Teror penembakan kembali terjadi di Amerika Serikat. Texas menjadi giliran kali ini. Sedikitnya 26 tewas dalam penembakan di gereja di Sutherland Springs, Texas setelah seorang pria bersenjata melepaskan tembakan ke dalam First Baptist Church di Sutherland Springs pada Minggu 5 November 2017
CBS News mengutip pejabat setempat mengatakan 26 orang tewas dan 20 lainnya cedera dalam serangan tersebut. Tersangka telah diidentifikasi sebagai Devin Patrick Kelley.
Gubernur Texas Greg Abbott menyebut serangan tersebut sebagai serangan paling mematikan dalam sejarah negara bagian tersebut. Korban termuda berusia 5 tahun dan yang tertua berusia 72 tahun. Pejabat mengatakan 23 orang ditemukan tewas di dalam gereja, dua di luar, satu meninggal setelah dibawa ke rumah sakit.
Kelley adalah mantan anggota Angkatan Udara Amerika yang bertugas dari 2010 hingga 2014. Dia dipecat dengan tidak hormat dan diadili pada bulan Mei 2014.
Pada hari Minggu malam, pihak berwenang hanya mengidentifikasi tersangka sebagai pria kulit putih muda. Mereka mengatakan bahwa dia terlihat mengenakan semua perlengkapan hitam dan “rompi balistik” di sebuah pompa bensin lokal pada pukul 11:20.
Dia kemudian keluar dari kendaraannya, menyeberang jalan dan mulai menembakkan sebuah senjata AR-15 ke arah gereja. Tersangka lalu memasuki gereja dan terus menembak.
Saat dia keluar dari gereja, seorang penduduk setempat merebut senjatanya dan mengejar tersangka hingga senjatanya jatuh dan melarikan diri dari tempat kejadian.
Freeman Martin, Direktur Regional Departemen Keamanan Publik Texas, mengatakan dersangka kemudian ditemukan tewas di dalam kendaraannya. Pejabat tidak yakin apakah dia ditembak oleh penduduk atau karena bunuh diri.
Putri pendeta gereja tersebut adalah salah satu korban yang tewas dalam penembakan tersebut. ibunya, Sherri Pomeroy, mengatakan kepada CBS News melalui pesan teks.
“Suami dan anak saya berada di luar kota di dua negara bagian yang berbeda. Kami kehilangan anak perempuan kami yang berusia 14 tahun hari ini dan banyak teman,” kata Pomeroy.
Dia menambahkan, “Tak satu pun dari kita telah berhasil kembali ke kota untuk secara langsung melihat kehancuran. Saya berada di bandara Charlotte yang berusaha pulang secepat mungkin.”
Presiden Trump, yang sedang dalam perjalanan pertamanya ke Asia menatakan situasi tersebut dari Tokyo, menyebutnya sebagai “penembakan yang mengerikan.”
“Korban dan keluarga mereka berada di tempat penyembahan suci mereka. Kita tidak bisa mengatakan kata-kata rasa sakit dan kesedihan yang kita semua rasakan,” kata Trump dalam sambutan di televisi.
Berbeda dengan serangan New York yang langsung mengatakan tindakan itu sebagai aksi terorisme, kali ini Trump tidak berkomentar seperti itu.