Korea Utara sepertinya mulai merasakan megap-megap dengan sanksi yang memang sangat berat diterapkan Amerika Serikat dan sekutunya untuk melawan program senjata nuklirnya. Hal in menjadikan perwakilan negara komunis itu di PBB untuk pertama kali menyuarakan penghentian sanksi yang disebutnya sebagai tindakan brutal terhadap Korea Utara.
Menurut perwakilan Korea Utara untuk PBB menganggap sanksi itu tak ubahnya genosida terhadap rakyat Korea Utara. “Sanksi brutal yang dipimpin Amerika Serikat dan tekanan terhadap Korea Utara merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan genosida kontemporer,” kata perwakilan Korea Utara dalam pernyataannya, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu 4 November 2017.
Sanksi tersebut dinilai mengancam dan menghalangi kelangsungan hidup rakyat Korea Utara termasuk melanggar hak asasi mereka di semua sektor.
Seruan agar sanksi segera diakhiri muncul saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump memulai perjalanan 12 harinya kelima negara di Asia, termasuk China, Korea Selatan dan Jepang. Trump disebut akan mencari bantuan untuk menekan Korea Utara agar meninggalkan program nuklirnya.
Masyarakat global telah meningkatkan tekanan pada negara itu setelah melakukan uji coba nuklir keenam dan terkuat yang terjadi pada 3 September. Mungkin tidak ada negara di dunia yang mendapat serangkaian sanksi sangat berat seperti Korea Utara.
Bulan lalu, Amerika Serikat secara sepihak memberlakukan sanksi terhadap tujuh individu Korea Utara dan tiga entitas negara itu. September lalu, Dewan Keamanan PBB memperkuat sanksi, termasuk larangan ekspor serta pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap beberapa pejabatnya.
Tanggapan Korea Utara atas sanksi itu diberikan menyusul pernyataan seorang ahli PBB bulan lalu yang mengatakan bahwa sanksi internasional mungkin akan merugikan sektor ekonomi utama dan menghambat hak asasi manusia warga Pyongyang.
Sanksi tersebut membuat beberapa negara memblokir pengiriman peralatan medis dan obat-obatan yang sangat diperlukan anak-anak dan ibu di Korea Utara.