Dengan A-29 baru, Angkatan Udara Afghanistan berharap bisa bergerak maju dengan menutup kesenjangan yang selama ini masih menganga karena belum adanya dukungan udara yang mumpuni. Tapi Kabul tetap masih memiliki sejumlah rintangan untuk diatasi sebelum pesawat memiliki efek nyata di medan perang.
Kekuatan udara Afghanistan adalah bayi yang baru lahir sehingga membutuhkan banyak pelajaran dan pengalaman untuk benar-benar memiliki kemampuan. Selama 15 tahun negara ini tidak memiliki satu pesawat militer pun.
Meski Uni Soviet menjual beberapa pesawat MiG dan Sukhoi ke negara ini selama Perang Dingin, tetapi sangat sedikit dari mereka yang masih bisa terbang pada saat koalisi melakukan invansi ke negara tersebut pada 2001.
Sebaliknya, pilot Afghanistan telah mengandalkan armada helikopter serang Mi-24 Hind yang tua dan secara terburu-buru mempesenjatai helikopter tranportasi Mi-17. Pada bulan April 2015, sejumlah kecil helikopter tempur MD-530F tiba untuk membantu.
Ada beberapa pesawat tranportasi empat mesin C-130 dan yang lebih kecil C-208 yang mereka miliki. Upaya awal Pentagon untuk menempatkan 16 pesawat kargo Haulers G.222 ke Afghanistan hancur berantakan karena masalah teknis, kurangnya suku cadang dan berbagai isu lain. Para pejabat Amerika akhirnya menjual pesawat sebagai rongsokan dengan harga enam sen dolar.
Para pejabat Afghanistan belum sepenuhnya senang dengan hasil yang dicapai. Pada bulan September 2015, Komandan Angkatan Udara Afghanistan Mayor Jenderal Mohammad Dawran mengeluh kepada New York Times tentang C-208 yang kurang mampu untuk beroperasi pada ketinggian tinggi dan cuaca panas.
Kolonel Qalandar Shah Qalandari, pilot paling senior Afghanistan juga mengatakan hal yang sama tentang helikopter MD-530F. “Pesawat ini adalah kekacauan total,” kata Qalandari sebagiamana dikutip Times. “Sejujurnya, saya tidak tahu mengapa kita memiliki pesawat ini di sini.”
Seorang mantan pilot Hind, Qalandari juga tidak terkesan dengan persenjataan MD-530F. Dibandingkan dengan meriam 23 milimeter dan roket yang ada di Mi-17 dan Mi-24, helikopter baru hanya memiliki dua senapan mesin kaliber 50. Dengan pemikiran ini, Pentagon harus bekerja menambahkan pod roket untuk senjata tambahan.
Sementara yang harus dipahami helikopter Rusia yang memiliki kecepatan tertinggi hingga 200 mil per jam dan rentang sekitar 300 mil saja tidak selalu mampu menangani medan berat Afghanistan. “Jika Anda melihat peta topografi Anda akan melihat betapa beratnya medan sebenarnya di Afghanistan,” tulis Pietrucha.