Pemerintah Swedia sedang dalam rencana untuk memperketat persyaratan penjualan senjat mereka ke negara lain. Sesuatu yang bisa menghambat industri pertahanan negara tersebut untuk merebut pasar. Aturan ini muncul justru ketika produsen senjata Swedia sedang naik daun.
Menurut RUU yang saat ini sedang diperdebatkan di parlemen Swedia, status demokrasi negara penerima harus merupakan syarat penting untuk ekspor senjata. Semakin buruk status negara, semakin sedikit ruang untuk izin akan ada.
Pelanggaran hak asasi manusia yang serius atau ekstensif atau kekurangan mendalam dalam status demokratis negara penerima akan menjadi hambatan serius bagi pemberian hak akses ke senjata buatan Swedia. Selain itu, izin ekspor mungkin tidak diberikan jika ekspor senjata dianggap dapat untuk merusak pembangunan yang adil dan berkelanjutan di negara penerima.
Pemerintah Swedia juga mengusulkan pengawasan yang lebih baik dan hukuman yang lebih berat atas beberapa pelanggaran peraturan ini. Aturan ekspor baru diusulkan untuk mulai berlaku pada April 2018 mendatang.
Swedia adalah salah satu eksportir senjata terbesar di dunia dengan menjual senjata senilai US$ 1,3 miliar pada tahun 2016. Industri Pertahanan Swedia mempekerjakan sekitar 30.000 orang. Grup Saab sendiri mempekerjakan lebih dari 15.000 personel di seluruh Swedia. Namun aturan baru bisa menjadi hambatan tersendiri.
Saab sendiri sebelumnya menyatakan optimistis bisa meningkatkan penjualan senjata di seluruh dunia dan berharap dapat melampaui target keuangan jangka panjang perusahaan. Awal bulan ini, Saab Defense Group melaporkan kenaikan pesanan sebesar 62 persen dari Januari hingga September, karena sejumlah penjualan utama sistem pesawat tempur dan persenjataan, serta dukungan penandatangan kontrak.
Dengan pesanan selama periode ini sebesar US$ 2,9 miliar, Saab telah melampaui jumlah pemesanan yang dilakukan selama periode 2016. Selain itu, penjualan dilaporkan meningkat sebesar 10 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Di banyak negara di dunia , kita masih menyaksikan peningkatan anggaran pertahanan dan upaya keamanan sipil yang lebih besar daripada sebelumnya,” kata CEO Saab Håkan Buskhe menulis dalam laporan perusahaan untuk kuartal ketiga yang dikutip , kantor berita Swedia Evertiq.
Menurut Buskhe, Saab menerima serangkaian pesanan berukuran kecil dan menengah selama periode ini, termasuk perpanjangan kontrak layanan dan simulator tiga tahun dalam pelatihan taktis dengan Departemen Pertahanan Inggris.
Håkan Buskhe juga mengatakan bahwa ia mengharapkan cyber research dan cyber defense menjadi area pertumbuhan baru yang besar. Menurutnya, Saab semakin berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan cyber, dengan pertumbuhan lebih dari 20 persen per tahun.
Awal tahun ini, Saab juga menyuarakan harapan untuk meningkatkan penjualan kapal selam ke Asia di tengah krisis Korea Utara, yang ditambah dengan meningkatnya ketegangan politik di kawasan tersebut yang mendorong banyak negara Asia untuk memperkuat kemampuan pertahanan mereka.
Harapan utama Saab, proyek kapal selam A26, tidak bernasib terlalu baik di pasar Eropa dan berharap bisa mendapat sambutan di Asia.