Meski perang melawan ISIS baik di Irak maupun di Suriah sudah diambang selesai, Amerika dan Rusia kemungkinan besar masih akan berhadap-hadapan dalam waktu lama di Timur Tengah. Kedua pihak menyatakan akan tetap mempertahankan posisinya masing-masing.
Menteri Luar Negeri Amerika Rex Tillerson mengatakan dalam sebuah sidang kongres Washington akan mempertahankan kehadiran militer mereka di Irak sampai kelompok ISIS benar-benar dieliminasi.
“Kami akan tetap berada di Irak sampai ISIS dikalahkan. di bawah AUMF [Authorization for Use of Military Force] tahun 2001 dan 2002,” kata Tillerson di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS pada Senin 30 Oktober 2017. “Kami juga ada atas undangan pemerintah Irak.”
Pada bulan September, Senat Amerika memblokir sebuah upaya untuk mencabut AUMF. Mantan Presiden AS George W. Bush menandatangani dokumen tersebut untuk mengotorisasi penggunaan angkatan bersenjata Amerika untuk memburu mereka yang dinilai bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001, dan pasukan terkait. Otoritas ini terus dijadikan dasar Amerika untuk berperang di mana-mana.
Menteri Pertahanan Jim Mattis pada kesempatan yang sama mengatakan akan menjadi kesalahan jika menerapkan batasan geografis atau batas waktu dalam kampanye melawan ISIS dan kelompok militan “Perang pada dasarnya tidak dapat diprediksi,” katanya
Sementara itu Moskow Rusia mengharapkan semua kekuatan “teroris” di Suriah bisa dihancurkan pada akhir tahun dan kemudian berencana untuk mempertahankan cukup pasukan di negara tersebut untuk mencegah adanya konflik baru.
“Kami akan meninggalkan Suriah hanya dengan pasukan yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan terulangnya terorisme ini,” kata kepala majelis tinggi komite pertahanan dan keamanan parlemen Rusia sebagaimana dikutip Kantor Berita Interfax Rusia.