Pada Juni 2017, Raffael Klaschka, Kepala Pemasaran Eurofighter mengatakan bahwa tahun ini akan menjadi tahun yang paling sibuk buat jet tempur Typhoon. Tetapi maskud kata ‘sibuk’ adalah dalam hal yang postif yakni menyangkut kinerja jet tempur dan juga penjualan.
Klaschka operator Eurofighter telah melampaui 400.000 jam terbang dengan Typhoon. Ini mencakup oeprasi tempo tinggi untuk mendukung pertempuran di Timur Tengah, termasuk keterlibatan Royal Air Force Inggris di Suriah, serta mendukung Baltic Air Policing untuk NATO serta jet tempur Arab Saudi di Perang Yaman.
“Ini merupakan tahun tersibuk bagi operasi Eurofighter,” katanya sebagaimana dikutip Flightglobal Rabu 21 Juni 2017. “Pesawat telah membuktikan dirinya setiap hari.”
Dia mengatakan 508 pesawat telah dikirim ke enam negara sejauh ini. “Kami memiliki pengiriman pesawat tempur generasi baru paling banyak dikirim.”
Tetapi situasi berubah cepat. Typhoon memang sangat sibuk, tetapi karena didera banyak masalah dan pukulan memalukan.
Seperti diberitakan sebelumnya sebuah jet tempur Typhoon milik Arab Saudi ditembak jatuh di Yaman pada Jumat 27 Oktober 2017. Houthi yang mengklaim menembak pesawat tersebut meski belum ada konfirmasi resmi dari Arab Saudi. Tetapi kemungkinan jika ada konfirmasi Arab akan mengatakan pesawat jatuh karena masalah teknis, bukan karena ditembak. Mana yang benar? Semua akan merasa paling benar.
Ini adalah nasib buruk kedua Typhoon Arab Saudi setelah pada 13 September 2017, sebuah jet tempur Eurofighter Typhoon milik mereka juga jatuh di provinsi Abyan, Yaman selatan menewaskan pilotnya. Pesawat jatuh dan menabrak gunung ketika melakukan misi serangan melawan Houthi Yaman di distrik Al Wade’a.
Angkatan Udara Arab Saudi mengoperasikan 72 armada Typhoon termasuk dua pesawat yang jatuh. Pesawat berbasis di King Fahad Air Base, Taif.
Hanya beberapa hari setelah jatuhnya jet tempur Arab Saudi kecelakaan tragis dialami Typhoon Angkatan Udara Italia yang mengujam ke laut di Pantai Terrancia, sejauh 47 mil selatan Roma saat melakukan pertunjukan udara Minggu 24 September 2017.
Nasib sial terus berlanjut ketika pada 12 Oktober 2017 sebuah jet tempur Typhoon Angkatan Udara Spanyol juga jatuh di Albacete, tenggara di Madrid, Spanyol, saat kembali ke pangkalan udara Los Lanos setelah mengikuti parade Nasional. Pilot tidak berhasil keluar dari pesawat dan terbunuh dalam kecelakaan itu.
Empat nasib buruk tersebut terjadi dalam jarak yang sangat dekat. Padahal sebelumnya baru ada dua kali insiden mematikan Typhoon yang terjadi pada 24 Agustus 2010 dan 9 Juni 2014 yang melibatkan dua Typhoon Spanyol dan menewaskan kedua pilotnya.
Typhoon dibangun oleh konsorsium Inggris, Italia, Jerman dan Spanyol sebagai jet tempur multiperan dengan titik berat pada superioritas udara. Kecanggihan pesawat ini sebenarnya cukup diakui, bahkan disebut-sebut menjadi lawan tanding berat bagi F-22 Raptor.
Hanya saja pesawat ini dikenal sangat mahal hingga menjadikannya sulit untuk mendapatkan banyak pembeli. Eurofighter Typhoon akan menjadi landasan kekuatan udara Eropa sampai abad ke-21.
Dua prototipe pertama Eurofighter 2000, yang diselesaikan di Jerman dan Inggris masing-masing sebagai DA.1 dan DA.2, melakukan penerbangan perdana mereka pada tanggal 27 Maret dan 6 April 1994.
Kemudian diikuti oleh enam prototipe (termasuk dua pesawat dua kursi) yang digunakan sebagai testbed untuk mesin EJ200, radar ECR90 dan untuk avionik dan integrasi senjata. Pada tahun 1998 Eurofighter 2000 menerima nama Typhoon, dan pesawat produksi pertama diluncurkan pada paruh kedua tahun 2001.