Badan Intelijen Pertahanan atau Defense Intelligence Agency (DIA) Pentagon telah merilis sebuah penilaian baru tentang kekuatan militer Rusia. Ini adalah praktik yang pernah dilakukan pada era Perang Dingin dan kini dihidupkan kembali oleh Amerika.
Badan intelijen ini menyimpulkan bahwa militer Rusia modern dibangun berdasarkan warisan Soviet namun telah memodernisasi kemampuan dan doktrinnya yang menjadikannya menakutkan.
“Militer Rusia telah membangun doktrin militer, struktur, dan kemampuan bekas Uni Soviet, dan meskipun masih bergantung pada banyak platform Soviet yang lebih tua, Rusia telah memodernisasi strategi militer, doktrin, dan taktik mereka untuk memasukkan penggunaan senjata asimetris seperti cyber dan tindakan tidak langsung seperti yang terlihat di Ukraina, ” demikian bunyi laporan DIA.
Pada tahun-tahun sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, militer Rusia berada dalam bayang-bayang pucat dengan peralatan payah era Soviet. Meski Uni Soviet menolak penggunaan senjata nuklir pertama, Rusia baru mengandalkan senjata tersebut untuk mengimbangi kelemahan konvensionalnya.
Namun, Rusia berusaha mengurangi ketergantungannya pada senjata nuklir dengan membangun kembali kekuatan konvensionalnya dan mengadopsi amunisi presisi modern.
“Salah satu rintangan terbesar Rusia sejak pembubaran Uni Soviet adalah kebutuhannya untuk sangat bergantung pada kekuatan nuklirnya untuk mencegah agresi, yang mengakibatkan kesediaannya untuk menggunakan senjata nuklir pertama,” demikian laporan DIA yang dikutip editor pertahanan National Interest Dave Majumdar.
“Rusia telah membangun kemampuan kekuatan konvensionalnya bersamaan dengan memodernisasi kekuatan nuklirnya untuk menciptakan militer yang lebih seimbang. Moskow telah menekankan pengembangan senjata serangan presisi konvensional, sebuah celah kritis dalam inventarisnya, dan baru-baru ini telah menguji mereka dalam pertempuran di Suriah, memberikannya kemampuan non-nuklir untuk mempengaruhi medan perang. ”
Jika analisis DIA terbukti benar, dalam jangka panjang, Rusia memiliki kesempatan untuk sekali lagi menjadi kekuatan besar seperti pada masa Kekaisaran Rusia dan kemudian di era Soviet.
“Keinginan Rusia untuk menjadi pemimpin di dunia multipolar dan merebut kembali status ‘kekuatan besar’ yang ada di zaman Tsar dan masa-masa akhir Uni Soviet memerlukan sebuah kekuatan yang mampu menghalangi agresi, memerangi berbagai konflik dari krisis lokal menjadi perang nuklir, memproyeksikan kekuatan dan menggunakan kekuatan jika diperlukan untuk campur tangan dalam konflik di seluruh dunia, ” tambah DIA.
“Meskipun ada perlambatan ekonomi yang akan mempengaruhi garis waktu militer Rusia untuk membangun semua kemampuan yang direncanakan, Rusia dengan cepat menerjunkan kekuatan modern yang dapat menantang musuh dan mendukung keinginan untuk menjadi kekuatan besar.”
Untuk mendukung ambisi tersebut, Rusia membangun kembali pasukannya. “Tujuan jangka panjang Moskow adalah membangun militer yang siap untuk melakukan serangkaian konflik dari perang lokal melalui konflik regional menjadi konflik strategis yang dapat menghasilkan pertukaran nuklir besar-besaran.”
Secara keseluruhan, analisis DIA – seperti apa yang terjadi di era Perang Dingin adalah pandangan hawkish. Hanya waktu yang akan memberi tahu apakah analisis DIA terbukti akurat, tapi seperti yang kita pelajari setelah runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin, intelijen Amerika kerap salah menilai kekuatan militer Soviet.