Militer Iran telah lama merencanakan perang laut defensif di Teluk Persia, di mana mereka akan memanfaatkan armada kapal cepat serangnya yang membawa rudal antikapal untuk meluncurkan serangan hit and run secara massif terhadap musuh-musuh di sepanjang Teluk Persia. Tujuan akhir adalah menutup Selat Hormuz.
Mendukung strategi perang gerilya angkatan laut ini adalah 21 kapal selam mini kelas Ghadir yang diproduksi secara mandiri berdasar kelas Yono Korea Utara. Kapal seberat 120 ton dapat bergerak 13 mil per jam dan masing-masing membawa dua torpedo 533 milimeter.
Secara keseluruhan, perairan pantai yang dangkal sangat menguntungkan untuk operasi kapal selam mini, dengan gangguan dari perairan dangkal dan rentang deteksi sonar yang terganggu ombak menjadikan kapal selam kecil sangat mudah untuk bersembunyi sambil menunggu target untuk disegap.
Di ujung spektrum kemampuan yang tinggi, Iran mengoperasikan tiga kapal selam diesel kelas Kilo yang lebih besar dan lebih mampu. Kapal ini dibeli dari Rusia pada 1990-an yang dapat dengan nyaman berburu di perairan Samudra Hindia.
Pada empat tahun lalu, Iran juga meluncurkan kapal selam kelas Fateh. Kapal buatan sendiri ini mungkin tidak memiliki fitur modern seperti rudal anti-kapal atau sistem Air Independent Propulsion yang tenang, namun tampaknya kemampuan ini bukan sesuatu yang wajib dimiliki Iran.
Lantas kenapa Iran menginvestasikan begitu besar uang untuk membangun kapal selamnya sendiri dan bukan memilih membeli dari Rusia atau China saja?
Sebelum Revolusi Iran, pemerintah shah mencurahkan uangnya untuk membeli senjata yang sebagian besar dari Amerika. Tetapi fakta menunjukkan situasi sangat terganggu setelah insiden di tahun 1979 yang melibatkan kedutaan Amerika.
Ketika Irak menginvasi Iran pada tahun 1980, Teheran menemukan dirinya tidak bersama Amerika ataupun Uni Soviet , dan beralih ke Cina untuk mendapatkan senjata.
Sejarah yang penuh gejolak ini telah menciptakan dorongan luar biasa untuk kemandirian militer di Iran, meski hasilnya dalam jangka pendek tidak istimewa dibandingkan dengan sistem senjata asing yang ada.
Kapal selam semi berat “Fateh” (Penakluk ) berukuran antara 40-48 meter, dan diklaim memiliki berat sekitar 600 ton saat terendam. Jika benar maka kapal selam ini bisa sekelas dengan kapal selam Jerman Type 205 dan 206 yang diluncurkan pada 1960-an dan 70-an.
Ini tampaknya merupakan versi lanjutan dari Nahang yang dibangun oleh Iran, sebuah prototip tak bersenjata yang saat ini dapat berfungsi sebagai kapal selam operasi khusus. Fateh memiliki empat tabung torpedo dengan kemungkinan akses ke enam sampai delapan reload, dengan array sonar melingkar yang terletak di bawah tabung.
Fateh bisa beroperasi hingga dua ratus meter di bawah permukaan yang berarti lebih dari cukup untuk perairan dangkal di Teluk Persia.
Kapal selam bisa mencapai kecepatan maksimumnya saat terendam antara 14-23 knot (16-26 mil per jam) tetapi banyak pihak lebih meyakini kecepatan yang bawah lebih mungkin.
Kantor berita Fars mengklaim bahwa Fateh juga dapat beroperasi sampai lima minggu di laut pada jarak mencapai 3.100 mil, memberikan daya tahan untuk melangkah lebih jauh ke Laut Arab. Namun, kurang jelas berapa lama kapal selam diesel-electric bisa berenang di bawah air tanpa permukaan atau snorkeling untuk mengisi ulang baterai.
Meski diluncurkan dari galangan kapal Bostanu pada tahun 2013, Fateh nampaknya masih menjalani uji coba laut dan belum dinyatakan beroperasi penuh. IHS Jane mengklaim sebuah kapal selam kelas Fateh kedua terdeteksi satelit sedang dibangun di pangkalan angkatan laut Bandar Anzali di Laut Kaspia, namun statusnya saat ini tidak diketahui.