Mesir berharap bisa membeli lagi 12 jet tempur Rafale dari Perancis dengan sistem pinjaman, tetapi Paris menolak karena pinjaman Kairo untuk pembelian senjata sebelumnya sudah sangat besar.
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi diperkirakan akan membicarakan masalah ini dengan Presiden Emmanuel Macron dalam kunjungannya ke Paris minggu ini. Menurut sumber yang dikutip La Tribune. Kementerian Keuangan memblokir penandatanganan kontrak pembelian 12 Rafale ke Mesir, yang menggunakan skema pembayaran seperti kontrak sebelumnya antara Kairo dan industri senjata Perancis.
Mesir berharap banyak pada Perancis untuk bisa menopang upaya modernisasi militernya dengan kemitraan strategis yang diluncurkan kedua negara pada 2015.
Perancis berkomitmen untuk menyediakan peralatan baru, khususnya ke angkatan udara dengan penjualan 24 Rafale, satelit telekomunikasi militer. Sementara untuk Angkatan Laut Perancis telah menjual empat korvet Gowind, satu FREMM, dua kapal serbu amfibi. Total penjualan ini telah mencapai hampir US$6,83 miliar antara tahun 2014 dan 2016.
Selain kontrak Rafale, Kementerian Keuangan Perancis juga memblokir semua kontrak apakah itu militer atau sipil. “Emmanuel Macron akan melepaskan kontrak ini? Bisa karena Mesir harus mengandalkan pertumbuhan 6% per tahun pada tahun ini,” tulis La Tribune Senin 23 Oktober 2017.
Namun, menurut seorang sumber yang diwawancarai oleh La Tribune, tidak ada keterlambagan pembayaran dari Mesir. Menurut sumber pertama, Kairo punya uang untuk membayar tagihan. Secara khusus, Mesir akan bisa mengandalkan produksi gas di Mediterania mulai akhir tahun ini.
Pada tahun 2015, perusahaan energi Italia ENI menemukan ladang minyak lepas pantai yang besar di perairan Mesir di Port Said (deposit Zohr). Ladang minyak tersebut cukup untuk memenuhi permintaan domestik selama beberapa dekade dan untuk ekspor yang tentu saja akan memberikan keuntungan dan devisa baru.