Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengatakan bahwa sudah waktunya untuk milisi yang didukung Iran dan membantu Irak mengalahkan ISIS untuk pulang ke rumah setelah pertemuan langka antara para pemimpin Irak dan Arab Saudi.
Amerika Serikat khawatir bahwa Iran, akan memanfaatkan keuntungan melawan ISIS di Irak dan di Suriah untuk memperluas pengaruh yang negara-negara Arab Sunni seperti Arab Saudi juga menentangnya.
“Milisi Iran yang berada di Irak, sekarang perang melawan ISIS akan berakhir, para milisi tersebut harus pulang ke rumah. Pejuang asing di Irak perlu pulang dan mengizinkan rakyat Irak untuk kembali memegang kendali,” kata Tillerson pada konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Saudi Adel Jubeir Minggu 22 Oktober 2017.
Puluhan ribu orang Irak membentuk Popular Mobilization Forces (PMF) yang menerima dana dan pelatihan dari Teheran dan telah dinyatakan sebagai bagian dari aparat keamanan Irak.
Seorang pejabat senior Amerika mengatakan bahwa Tillerson telah mengacu pada PMF dan Quds Force, pasukan paramiliter dan spionase asing dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
Militer Irak, yang dipersenjatai oleh Amerika Serikat namun didukung oleh PMF, mengusir kelompok militan ISIS dari Mosul dan kota-kota lain di Irak utara tahun ini. Beberapa ribu pasukan Amerika masih berada di dalam negeri, sebagian besar untuk pelatihan tetapi juga untuk melakukan serangan terhadap ISIS.
Sebuah lembaga bersama baru antara Irak dan Arab Saudi mengadakan sebuah pertemuan awal pada hari Minggu untuk mengkoordinasikan pertempuran mereka melawan ISIS dan untuk membangun kembali wilayah Irak yang direbut dari kelompok tersebut.
Jubeir menekankan hubungan historis antara kedua tetangga yang berbagi perbatasan, sumber daya minyak yang luas dan banyak suku yang sama tersebut.
“Kecenderungan alami dari dua negara dan orang-orang itu sangat dekat satu sama lain seperti yang telah terjadi selama berabad-abad, namun telah terganggu selama beberapa dekade, sekarang kami mencoba untuk kembali,” katanya.
Pertemuan yang langka ini menandakan mencairnya hubungan antara negara-negara yang telah berselisih selama beberapa dekade. Pertemuan juga dihadiri oleh Raja Saudi Salman dan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi.
“Kami telah meluncurkan sebuah program untuk masa depan daerah berdasarkan pembangunan dan keamanan daripada perbedaan dan perang yang telah kami derita,” kata Abadi.
Tillerson mengatakan bahwa dewan tersebut akan memberikan kontribusi pada reformasi untuk membangun sektor swasta Irak dan mendorong investasi asing.
“Ini akan sangat penting untuk memenangkan perdamaian yang telah diperoleh melalui upaya militer yang diperjuangkan,” katanya.