Pesawat tanpa awak yang dibangun Universitas Gadjah Mada (UGM) Buffalo FX79 berhasil memetakan kawah Gunung Agung dari ketinggian lebih dari 4.000 meter.
“Drone ini merupakan rakitan dosen dan mahasiswa Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, UGM,” ujar Dosen Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM, Ruli Andaru ST MEng, sebagaimana dilaporkan Antara Jumat 20 Oktober 2017.
Pemotretan oleh drone dilakukan pada Kamis 19 Oktober 2017. Dia menjelaskan perlu empat kali percobaan hingga misi berhasil dituntaskan. Tiga percobaan di awal percobaan dianggap tidak sempurna karena kegagalan mencapai ketinggian yang diharapkan.
Dengan melakukan perubahan lokasi dan memilih kondisi yang tepat, akhirnya pemotretan bisa dilakukan. Dalam kesempatan itu, pesawat tanpa awak itu berhasil mengambil 400 foto.
Secara geospasial, data terkait Gunung Agung memang terbatas ketersediaanya. Hasil pemetaan tim UGM secara fotogrametris ini akan menjadi yang paling mutakhir dan diharapkan sangat bermanfaat untuk mengetahui dinamika Gunung Agung secara geospasial.
Dengan data yang ada, juga dilakukan pemodelan tiga dimensi oleh Laboratorium Fotogrametri dan Penginderaan Jauh Teknik Geodesi UGM sehingga didapatkan replika Gunung Agung yang cukup akurat dari berbagai sisi. Selanjutnya, model ini bisa digunakan untuk melakukan mitigasi jika erupsi memang terjadi.

Pemetaan yang paling akurat tentu saja dengan melakukan pengukuran langsung terhadap Gunung Agung (3142 mdpl) tetapi pada situasi saat ini, hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Selain waktunya lama, biayanya juga pasti sangat tinggi.
Penggunaan metode fotorametri (memetaan dengan foto udara) merupakan salah satu alternatif dan pemanfaatan drone adalah jalan keluar yang ideal untuk situasi saat ini.
Singkatnya, pemetaan menggunakan drone ini menghasilkan gambaran Gunung Agung yang akurat dalam waktu yang sangat singkat. Dengan metode tertentu, foto udara selanjutnya diolah sehingga menghasilkan informasi turunan yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.
Foto yang dihasilkan tim UGM ini bisa dibandingkan dengan data yang diambil sebelumnya dengan metode yang sama atau berbeda. Dengan membandingkannya dengan citra satelit Planet Scope yang diambil seminggu sebelumnya, nampak bahwa kawah Gunung Agung kini lebih luas.
“Ini menunjukkan adanya deformasi yang cukup signifikan. Jika sebelumnya dari citra satelit Planet Scope, rekahan kawah hanya terdapat disisi timur di dalam kawah, foto drone tim UGM menunjukkan bahwa rekahan kawah sudah terjadi di sisi barat dan timur di dalam kawah,” jelas dia.
Rekahan di sisi timur makin panjang dan lebar. Ahli gunung api juga bisa melakukan analisa terhadap keberadaan asap solfatara yang keluar dari rekahan tersebut yang tentu berguna untuk prediksi selanjutnya.
Data yang didapatkan tim UGM ini memang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan tentunya memerlukan kemampuan interpretasi berbagai ahli berbeda.
Dekan Fakultas Teknik UGM, Nizam, mengatakan UGM berkomitmen membantu masyarakat melalui penelitian dan juga pengabdiannya. Nizam mengatakan berharap hasil pemetaan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan perlindungan masyarakat dari bencana.