Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk pertama kalinya memastikan bahwa militan yang aktif di provinsi Idlib Suriah, tidak hanya memiliki senjata konvensional tetapi menggunakan senjata kimia.
Sebelumnya Amerika selalu ngotot pasukan Suriah yang menggunakan senjata kimia yang juga mendorong Amerika meluncurkan serangan dengan rudal Tomahawk ke pangkalan Suriah yang dituduh sebagai tempat pemberangkatan senjata kimia yang.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov pada Jumat mengatakan pihaknya telah mendapat dokumen Kementerian Luar Negeri Amerika yang menyebutkan rincian serangan kelompok teror bernama Hayat Tahrir al-Sham yang berafiliasi dengan Jabhat al-Nusra.
Kelompok ini menggunakan senjata ringan dan berat, alat peledak improvisasi dan senjata kimia. “Saya ingin menunjukkan bahwa Kementerian Luar Negeri Amerika untuk pertama kalinya secara resmi mengakui bahwa teroris Jabhat al-Nusra tidak hanya memiliki tapi juga – saya ingin menekankan bahwa – menggunakan senjata kimia di bagian Suriah untuk melakukan serangab, hal yang berkali-kali kita peringatkan dan bicarakan di berbagai tingkatan, ” kata Konashenkov sebagaimana dilaporkan Kantor Berita TASS.
Dia juga mengatakan tuduhan Amerika tentang pemboman Idlib tidak benar karena Angkatan Udara Rusia tidak pernah menargetkan daerah padat penduduk.
Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan sebelumnya bahwa pesawat Rusia dan Suriah terus memberikan serangan udara di provinsi Idlib, yang telah mengakibatkan banyak korban di antara warga sipil dan petugas medis.
“Mengenai pemboman Idlib yang diduga dilakukan oleh pesawat Rusia, Kementerian Luar Negeri Amerika telah disesatkan. Pesawat tempur Rusia yang aktif di Suriah tidak pernah menargetkan daerah berpenduduk padat, tidak seperti koalisi pimpinan Amerika yang telah mencapai kemenangan di Raqqa dengan menyapu kota,” tambah jenderal Rusia tersebut.
Pada 17 Oktober, militer Amerika mengatakan bahwa sekitar 90% kota Raqqa di Suriah telah direbut dari kelompok ISIS. Pada saat yang sama, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan bahwa menurut PBB akibat pertempuran yang terjadi sebagian besar Raqqa hancur, sementara personil PBB tidak dapat mencapai akses ke kota untuk menilai situasi dan memberikan bantuan kemanusiaan.