Presiden Rusia Vladimir Putin sedang bergerak untuk melegalkan penggunaan tentara bayaran yang berasal dari warga negara asing dalam operasi di luar negeri. Sebuah langkah baru negara tersebut dalam perang di luar negeri.
Sebuah keputusan yang diumumkan Senin lalu- meski masih belum diratifikasi oleh Parlemen – akan memungkinkan warga negara asing untuk bergabung dalam unit yang oleh undang-undang disebut sebagai “misi kontraterorisme dan pemelihara perdamaian,” termasuk di Suriah, di mana militer Rusia saat ini ditempatkan.
“Waktu perubahan itu cukup jelas,” kata Alexey Khlebnikov, seorang analis dari Dewan Urusan Internasional Rusia. “Satu-satunya operasi militer Rusia di luar negeri adalah di Suriah, dan hanya kontraktor [sukarelawan bukan wajib militer] yang bertugas di sana. Amandemen ini memberikan peraturan bagi warga asing bisa berpartisipasi dalam kampanye Suriah di Rusia.”
Beberapa laporan juga muncul selama tiga tahun terakhir adanya kontraktor keamanan Rusia di Suriah yang seringkali digunakan melindungi fasilitas swasta seperti infrastruktur minyak dan gas atau terlibat dalam operasi di mana pemerintah berusaha untuk menjauhkan diri dari pertempuran tersebut.
Menurut Khlebnikov, keputusan tersebut dapat menjadi dasar bagi operator swasta ini untuk bekerja dengan operasi militer Rusia. “Versi baru dari keputusan tersebut dapat membuka pintu bagi mereka untuk masuk menjadi tentara Rusia,” katanya kepada Foreign Policy dan dikutip Business Insider Minggu 15 Oktober 2017.
Dalam satu insiden di tahun 2013, unit dari kelompok bayangan yang berbasis di Hong Kong dan dikenal sebagai Korps Slavia yang ditempatkan di Suriah. Setelah gagal menerima peralatan yang dijanjikan dan kehilangan sejumlah anggota dalam serangkaian bentrokan, korps tersebut meninggalkan Suriah dan segera ditangkap saat kembali ke Rusia karena dianggap melanggar undang-undang tentang layanan tentara bayaran.
Kelompok lain, yang dipimpin oleh Dmitry Utkin, mantan perwira pasukan khusus Rusia yang dikenal dengan panggilannya “Wagner,” – juga nama kelompok – memainkan peran yang lebih sukses dalam upaya gabungan Rusia dan Suriah untuk membebaskan kota Palmyra Suriah dari ISIS.
Dengan menjauhkan orang-orang Rusia dari korban di medan perang, penggunaan sukarelawan asing seperti perang yang sedang dilakukan di Suriah dan Ukraina juga memungkinkan Rusia untuk mempertahankan kehadiran jangka panjang dalam konflik tersebut.
“Jika Anda melihat pasukan di Ukraina dan Suriah, ini adalah tentara profesional yang mengajukan diri untuk melakukan pertempuran. Mereka belum mengirim personel wajib militer sama sekali, ” kata Jeffrey Mankoff, seorang senior di Center for Strategic and International Studies.
“Itu membuat isu dukungan publik untuk operasi ini kurang menonjol. Jika Anda tidak memaksa orang memasuki perang untuk dibunuh, tidak ada landasan publik untuk oposisi. ”
Bergabungnya orang asing ke dalam militer juga berguna untuk memperluas jumlah rekrutan yang tersedia. “Ini memberi mereka kekuatan deployable yang berpotensi lebih besar untuk operasi ekspedisi yang mungkin tidak mendapat dukungan publik jika mereka harus memaksa warga negara Rusia untuk bertarung di dalamnya,” kata Mankoff kepada FP.
Selama Perang Dingin, Uni Soviet menggunakan banyak sekali tentara non-Rusia dalam konflik asing. Selama perang Soviet-Afghanistan 10 tahun, Uni Soviet mengerahkan unit-unit pejuang Asia Tengah yang terpisah dalam beberapa pertempuran paling mematikan dalam konflik tersebut.
Perencana militer percaya bahwa tentara yang berasal dari daerah dengan dialek serupa dengan yang diucapkan di Afghanistan, dapat digunakan secara efektif untuk operasi rahasia. Meski bukan orang Rusia, tentara tersebut adalah warga Uni Soviet.
Anggota salah satu dari apa yang disebut “Batalyon Muslim” – yang terutama terdiri dari anggota etnis Uzbek, Tajik, dan Turkmen – adalah bagian dari unit operasi khusus Soviet yang menyerbu Istana Tajbeg di Kabul pada tahun 1979, membunuh Presiden Hafizullah Amin.
Pembunuhan dan penggulingan pemerintah Amin menandai dimulainya peningkatan keterlibatan militer Soviet di Afghanistan.
Baru-baru ini, pada tahun 2014 Deputi Duma Negara Bagian Roman Khudyakov mengusulkan “legiun asing” Rusia yang berbasis di Asia Tengah yang dirancang khusus untuk memerangi ancaman ISIS. Rencananya, yang akan menggunakan unit lokal dan dipimpin oleh perwira Rusia, tidak pernah berhasil keluar dari Parlemen.