Gedung Putih merilis strategi baru terkait Iran pada hari Jumat 14 Oktober 2017 pagi, menjelang pengumuman Presiden Donald Trump bahwa kebijakan saat ini tidak berjalan dengan baik.
Trump kemungkinan besar akan memutuskan bahwa Joint Comprehensive Plan of Action 2015, atau yang lebih dikenal sebagai Iran Deal, tidak sesuai dengan kepentingan keamanan nasional Amerika.
Namun strategi yang diperbaharui tersebut memiliki kekurangan fatal. Singkatnya, strategi baru Trump akan mengarah untuk menetralisir pengaruh Iran, membatasi agresi, terutama dukungannya terhadap terorisme dan militan, serta menyudutkan Garda Revolusioner Islam (IRGC), sambil menahan Iran menemukan semua jalan menuju sebuah senjata nuklir kemungkinan besar tanpa kesepakatan Iran.
Pemerintah Trump berharap untuk mencapai tujuan ini dengan memutus pendanaan ke Iran, menindak kesepakatan bisnis IRGC, melawan ancaman rudal balistik Iran dengan kekuatannya sendiri, dan bekerja sama dengan sekutu Amerika di wilayah tersebut.
Tetapi entah bagaimana strategi tersebut mengabaikan kebijakan luar negeri Trump di Korea Utara. Berkali-kali, Trump telah membuktikan sanksi tidak dan belum berhasil melawan Korea Utara. Menahan pendanaan, bekerja sama dengan sekutu regional, dan menggelar pasukan untuk melawan ancaman Korea Utera tidak menghentikan Pyongyang mengembangkan rudal dan nuklirnya.
Mengapa Gedung Putih justru menerapkan ke Iran, sebuah negara yang PDB-nya di atas 30 kali lebih besar dibandingkan Korea Utara?
Salah satu alasan sanksi tidak bekerja untuk mencegah proliferasi nuklir adalah kurangnya sisi penawaran.
Amerika memecahkan atom dan membangun sebuah bom atom untuk pertama kalinya pada tahun 1945. Pada tahun 1961 Amerika telah menerjunkan rudal balistik antar benua.
Menurut Jeffrey Lewis, Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di Middlebury Institute of International Studies sebagian besar alat dan teknik yang dibutuhkan untuk menciptakan kekuatan nuklir telah ada selama 40 sampai 50 tahun,.
“Mereka [teknologi nuklir] telah berada di negara itu tahun 1970an. Iran dapat dengan mudah memperoleh bahan-bahan nuklir dan memasangnya ke armada peluru kendali balistik yang sudah ada,” katanya kepada Business Insider Jumat 14 Oktober 2017.
Cacat fatal Trump dalam mencegah senjata nuklir Iran berasal dari sisi penawaran. “Anda harus berurusan dengan sisi permintaan,” kata Lewis. “Gagasan bahwa kita akan membuat orang-orang Iran begitu bodoh sehingga mereka tidak dapat membuat ICBM sia-sia. Anda tidak akan terus mempertahankan Iran pada tahun 1952.”
Suzanne Maloney, mantan penasihat kebijakan Departemen Luar Negeri Amerika, menulis di blog keamanan nasional Lawfare, Washington membutuhkan strategi yang kredibel untuk menangani pertanyaan abadi dan tak terselesaikan tentang bagaimana meyakinkan Teheran untuk memainkan peran yang lebih konstruktif di dalam dan di luar negeri.
Dengan meningkatkan hubungan dengan negara-negara musuh Iran seperti Saudi, dan negara-negara Teluk Arab lainnya; meningkatkan pasukan Amerika di wilayah tersebut, dan dengan menghapus keuntungan ekonomi yang dinikmati Iran agar tidak mengejar senjata nuklir dan mungkin juga menunjuk IRGC sebagai kelompok teroris, maka hal itu hanya akan menjadi alasan Teheran justru akan melakukan apapun untuk mengembangkan nuklir.