Angkatan Udara Amerika Serikat harus membangun kemampuan Penetrating Counterair (PCA) baru untuk mendapatkan dan mempertahankan keunggulan udara setelah 2030. Tetapi semakin jelas bahwa kombinasi dari Lockheed Martin F-22 Raptor dan F-35 Joint Strike Fighters tidak akan cukup dalam beberapa dekade ke depan.
“Anda dapat menganggap jika F-22 dan F-35 cukup baik untuk semuanya, kita akan berhenti di situ dan atau membeli lebih banyak,” kata salah satu pejabat senior Angkatan Udara yang akrab dengan upaya membangun superioritas udara generasi berikutnya. “Ini adalah kebutuhan.”
Selanjutnya, pejabat itu menambahkan bahwa ada misteri bagi sebagian besar pemimpin senior Angkatan Udara ketika pada Mei 2016 kepala staf Angkatan Udara Jenderal Mark Welsh menyebutkan akan terbuka kemungkinan untuk membuka kembali jalur produksi F-22.
Padahal, bukan hanya akan sangat sulit dan mahal untuk menghidupkan Raptor kembali, dengan avionic tua F-22 tidak akan efektif atau survivable di lingkungan ancaman pasca-2030. “Tidak ada yang memahami mengapa dia mengatakan bahwa,” kata salah satu pejabat senior sebagaimana dikutip Dave Majumdar, editor pertahanan National Interest Sabtu 4 Juni 2016.
Dalam kasus apapun, sangat tidak mungkin Raptor akan dihidupkan kembali meski House Armed Service Committee Seapower and Projection Forces telah meminta Angkatan Udara mempelajari masalah ini.
Sebaliknya, Angkatan Udara perlu mengambil pendekatan yang lebih komprehensif untuk membangun superioritas udara yang mencakup sejumlah platform, sistem peperangan elektronik, datalink dan senjata baru.
Meski Angkatan Udara tetap akan membutuhkan hardware baru, layanan harus membebaskan pemikiran dari platform sentris. “Struktur kekuatan Angkatan Udara yang diproyeksikan pada tahun 2030 tidak mampu berjuang dan menang melawan kemampuan radar musuh potensial,” demikian bunyi Air Force’s 2030 Air Superiority Flight Plan.
“Mengembangkan dan memberikan keunggulan udara untuk lingkungan yang sangat ketat pada tahun 2030 membutuhkan fokus multi domain pada kemampuan dan kapasitas. Lingkungan operasional yang berubah dengan menjadikan Angkatan Udara tidak bisa lagi mengembangkan sistem senjata pada akuisisi dan pengembangan menggunakan pendekatan tradisional. ”
Angkatan Udara mengatakan bahwa jaringan terintegrasi serangan udara ke udara, permukaan ke udara, ruang angkasa, dunia maya serta armada jet tempur taktis yang makin berkurang dan usang tempur akan mengancam kemampuan layanan untuk memperoleh keunggulan udara pada tahun 2030 dan seterusnya.
Ancaman ini termasuk dari pesawat tempur musuh baru seperti Sukhoi PAK-FA Rusia dan Chengdu J-20 China, sensor baru dan sistem senjata baru.
“Sementara mereka memiliki sebagian besar kemampuan tersebut hari ini, ancaman udara dan permukaan menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia,” tulis dokumen itu.
Ancaman baru ini bisa meniadakan keunggulan tradisional AS. “Peningkatan kemampuan ancaman untuk meniadakan keuntungan kami ada dalam domain ruang angkasa, peningkatan kuantitas dan kecanggihan dari ancaman dunia maya, dan ancaman udara termasuk senjata hipersonik, rudal jelajah, dan sistem rudal balistik konvensional canggih,”lanjut dokumen itu.
“Bagaimana, kapan dan di mana kemampuan ini muncul kurang jelas, tetapi kekuatan superioritas udara akan menghadapi banyak ancaman ini pada 2030.”