Kementerian Pertahanan Suriah mengklaim kelompok ISIS dan al-Nusra Front telah menerima roket, senapan mesin, senjata anti-udara dan bahkan tank dari sejumlah negara barat. Senjata itu didapat dengan imbalan minyak yang dicuri dari sumur di Suriah dan Irak.
Pada Senin 9 Oktober 2017, Kementerian Pertahanan Suriah merilis rekaman video yang menunjukkan sejumlah senjata yang disita dari berbagai kelompok besenjata, termasuk ISIS dan al-Nusra Front. Menurut Kantor Berita Arab Suriah (SANA) sebagian besar senjata yang direbut diproduksi di Amerika atau sekutu.
Laporan tersebut mengatakan bahwa senjata diperoleh oleh kelompok teroris melalui berbagai saluran dan melalui perusahaan di Eropa Timur yang memiliki hubungan dengan badan intelijen Amerika dan NATO. Mereka memasuki Suriah melalui Turki atau Arab Saudi. Senjata tiba melalui pelabuhan Eropa dari Pangkalan Udara Ramstein Amerika di Jerman.
Laporan Kementerian Pertahanan Suriah juga mengatakan bahwa ISIS dan al-Nusra dipasok dengan “roket, senapan, senapan mesin, senjata anti-udara, dan bahkan tank dengan imbalan minyak yang dicuri teroris dari sumur di Suriah dan Irak.”
Setelah pembebasan Aleppo timur dan daerah-daerah di provinsi Homs, Hama, Aleppo, dan Deir ez-Zzor, ISIS dan al-Nusra juga meninggalkan senjata buatan Bulgaria dan negara-negara Eropa Timur, yang rupanya dibeli dan dikirim oleh Amerika.
Kementerian tersebut mengatakan bahwa penemuan tersebut menunjukkan bahwa Amerika telah menerapkan pola yang sama dengan yang digunakan di Afghanistan pada 1980-an, ketika Amerika dan Arab Saudi mengirim senjata ke intelijen Pakistan, yang berakhir ke tangan al-Qaeda dan Taliban.
https://www.youtube.com/watch?v=FQzQLdb1yjk
Laporan tersebut secara khusus menunjukkan bahwa Israel juga telah menyediakan berbagai jenis senjata ke Front al-Nusra dan kelompok teror lainnya di Suriah.
Dokumen tersebut mengatakan bahwa senjata-senjata ini berakhir di tangan teroris, sebagaimana dibuktikan oleh video dan foto yang muncul di media sosial yang menunjukkan Front al-Nusra menggunakan roket anti-tank TOW buatan Amerika yang didapat melalui program dukungan administrasi mantan Presiden AS Barack Obama, untuk apa yang disebut “oposisi moderat.”
Kementerian Pertahanan Suriah juga mencatat bahwa semua pemberontak Suriah yang telah dilatih dan dipersenjatai oleh Amerika di Turki pada bulan September 2015, kemudian berjanji untuk setia ke al-Nusra setelah memasuki Suriah. Hal yang sama terjadi pada para pejuang yang dilatih di Yordania, yang akhirnya bergabung dengan ISIS.
Kementerian yang secara khusus mencatat bahwa setelah pemerintahan Obama mencabut larangan untuk memberikan senjata mematikan kepada teroris, Arab Saudi membeli 15.000 roket anti-tank TOW dari Amerika seharga US $ 1 miliar. Senjata ini telah digunakan oleh pemberontak melawan tentara Suriah sejak 2014.
“Senjata yang dibeli oleh Arab Saudi dari negara-negara Eropa Tengah dan Timur sebagian besar tidak sesuai dengan program dan peralatan persenjataan Saudi, yang mengindikasikan bahwa Arab Saudi sebenarnya bukan pengguna terakhir senjata ini, melainkan senjata itu untuk teroris di Suriah,” dokumen tersebut mengatakan.
Ditambahkan lebih dari dua juta 4.000 roket datang dari Bulgaria melalui Arab Saudi dan berakhir di tangan teroris di Aleppo.
Juga disebutkan pada 19 Desember 2016, di daerah bekas -pertambangan al-Sakhour di Aleppo timur, berbagai jenis amunisi ditemukan di lokasi tersebut, termasuk amunisi buatan Amerika seperti peluru mortir 60 mm dan granat yang ditembakkan dengan peluncur.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa di antara senjata sitaan tersebut juga ada senjata buatan Soviet yang kemungkinan pada masa lalu diekspor ke negara-negara Pakta Warsawa dan kemudian dibeli dari negara-negara ini. “Mereka berakhir di tangan teroris karena kurangnya pengawasan tentang siapa yang menerimanya.”
“Ini disengaja dan berusaha untuk meningkatkan perang di Suriah, selain melanggar Traktat Perdagangan Senjata PBB tahun 2014, yang menyatakan bahwa ilegal untuk mengekspor senjata jika ada kemungkinan mereka jatuh ke tangan teroris,” kata Kementerian Pertahanan Suriah.
Dalam akhir laporan disimpulkan bahwa “kedekatan geografis dan kurangnya pengawasan ekspor memungkinkan beberapa negara memperoleh keuntungan dari perdagangan senjata, dan dalam kebanyakan kasus hal ini dilakukan dengan bantuan Amerika yang membantu sekutu-sekutunya mengirim senjata ke ISIS dan al-Nusra dan menyediakan senjata berteknologi tinggi untuk meningkatkan kerumitan situasi di Suriah. Oleh karena itu Washington bertanggung jawab atas perluasan organisasi teror di Suriah ini.