Melihat kompleksnya situasi global dan rentannya situasi dalam negeri, maka tidak ada cara lain untuk melawan kepungan siluman ini dengan mengembalikan jati diri. Membangunkan lagi kesadaran bahwa bangsa ini dilahirkan dari budaya hebat menjadi hal yang paling penting dan TNI menjadi bagian penting dari upaya ini.
Kenapa? Karena militer merupakan salah satu simbol nasionalisme sebuah bangsa. Militer menjadi garis paling depan dalam menjaga keselamatan dan keutuhan negara ini. Ketika ancaman tidak lagi datang dari luar, tetapi juga ada di dalam, maka TNI juga harus masuk ke jantung kehidupan masyarakat. Tentu tidak dengan senjatanya, tetapi dengan semangat nasionalismenya.
Yang cukup menggembirakan, TNI sepertinya sangat menyadari hal tersebut. Beberapa kali petinggi TNI menyatakan akan membangun program untuk memperkuat pangan. Sekilas program ini tidak ada kaitannya dengan tugas militer, tetapi anggapan semacam itu jelas salah. Pangan menjadi inti paling dasar membangun kemandirian. Tanpa ada kemandirian pangan tidak akan ada kemandirian di bidang lain. Dan TNI menggebrak dengan program ini.
Langkah lain yang jelas terlihat adalah aktifnya petinggi militer Indonesia dalam menyebarkan nilai-nilai kebangsaan. Sering kita melihat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo keluar masuk kampus dan lembaga pendidikan, bertemu dengan generasi muda, tokoh masyarakat, dan berbagai elemen lainnya untuk mengobarkan semangat persatuan dan nasionalisme.
TNI menyadari tidak bisa melawan kepungan dan serbuan siluman sendirian. Hanya bersama rakyat perang semacam ini bisa dimenangkan. Tetapi langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menumbuhkan kesadaran tentang nasionalisme dengan membangkitkan lagi jati diri kita sebagai bangsa yang besar.
Meskipun untuk ini jelas TNI tidak bisa sendirian. Harus didukung semua elemen, seperti dunia pendidikan, media, ulama, tokoh masyarakat, organisasi besar seperti NU dan Muhammadiyah dan tentu saja lembaga pemerintah yang lain. Intinya jati diri bangsa ini harus dibangunkan kembali.
Jangan sampai kita tidak tahu siapa kita sebenarnya hingga kita seperti bangsa yatim piyatu yang kebingungan dan mudah dibentur-benturkan. TNI sepenuhnya sadar, kecanggihan senjata memang penting, tetapi memperkuat rasa kebangsaan dan jati diri jauh lebih efektif untuk melawan ancaman pada negeri ini.
Dalam usianya yang ke-72, jelas tugas TNI makin berat yakni membangun kemandirian dan nasionalisme. TNI harus mampu membangkitkan lagi kehebatan Syaildendra dan Sanjaya yang mampu membuat mahakarya tanpa tanding seperti Borobudur, Prambanan, dan sebagainya.
TNI harus menghidupkan lagi semangat Mataram Hindu, Majapahit, Pasundan, Demak, Sriwijaya, Bone,Ternate, dan sebagainya. TNI harus bisa menghadirkan lagi keteguhan Tjut Nyak Dien, Diponegoro, Pattimura, Hasanuddin, Tuanku Imam Bonjol dan ribuan pahlawan lainnya. TNI harus bisa membangun lagi siapa sebenarnya Indonesia hingga bangsa ini menjadi bangsa mandiri, tangguh dan mampu melawan tantangan zaman.
Pada akhirnya di usianya yang ke-72 ini TNI harus mewarisi sifat ‘Bhairawa Anoraga” sebuah gelar yang diberikan kepada Sang Amurwabumi atau Ken Arok yang berarti tegas di luar, tetapi lembut di dalam.
TNI tidak akan mentoleransi ketika ada ancaman dari luar tetapi akan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan untuk bersama-sama rakyat membangun dan menjaga negeri ini. Hanya dengan begitu, negeri ini akan selamat dari kepungan siluman dari luar dan yang ada di dalam tubuh kita sendiri. (Selesai)
- Amiruddin Zuhri pendiri JejakTapak.com pernah menjadi wartawan di Republika, Radio Trijaya, Media Indonesia, Harian Jogja.