Terungkap, Mengapa Misi Navy SEAL di Yaman Berantakan

Terungkap, Mengapa Misi Navy SEAL di Yaman Berantakan

Kurang dari dua minggu menjadi presiden, Donald Trump memberi izin untuk melakukan serangan terhadap posisi Al Qaeda di Yaman. Sebuah serangan di negara yang tidak secara resmi dinyatakan deklarasi perang tersebut melibatkan Navy SEAL Amerika dan berakhir dengan sejumlah kegagalan.

Serangan mengakibatkan 13 anak dan satu anggota Navy SEAL, Ryan Owens, meninggal dunia dan sebuah helikopter MV-22 Osprey harus diuancurkan.

Sebuah laporan NBC News yang mencoba mengungkap operasi tersebut menegaskan bahwa Presiden Donald Trump harus disalahkan.

Selama pidatonya di depan Kongres, Presiden Trump memuji kepahlawan Ryan Owens yang tewas dalam serangan di Yaman. Janda Owens yang berduka hadir saat dia berpidato. “Warisan Ryan terukir dalam keabadian,” kata Presiden Trump dengan memandang istri Ryan.

Menurut investigasi NBC News Owens meninggal dalam operasi hitam – sebuah operasi super rahasia di Yaman. Operasi tersebut sebenarnya merupakan bagian dari strategi yang dikembangkan oleh pemerintahan Obama yang dimulai pada awal 2016.

“Pada akhir 2016, saat pemerintahan Obama mempertimbangkan langkah selanjutnya di negara ini, sebuah rencana kampanye baru dibuat,” tulis NBC.

“Tapi keputusan akhir dari operasi tersebut ditunda dan seperti kebiasaan dalam serah terima apapun dari satu presiden ke presiden lain, Presiden Trump diberi hak istimewa untuk menyetujui operasi dan komitmen baru.”

Ketika Gedung Putih masih dalam masa transisi, intelijen Amerika dan Uni Emirat Arab terus bekerja di Yaman. Petugas intelijen mengidentifikasi sebuah desa yang diyakini sedang berlangsung “aktivitas penting”. Badan intelijen tersebut menegaskan bahwa situs tersebut merupakan fasilitas penting Al Qaeda di Jazirah Arab (AQAP). Badan intelijen kemudian mengusulkan sebuah serangan berawak.

Tetapi tujuan dari misi itu ditetapkan untuk mengambil sejumlah barang elektronik dan dokumen yang diharapkan akan memberikan lebih banyak informasi kepada Amerika tentang keanggotaan dan aktivitas AQAP.

Misi tersebut kemudian dibahas oleh tim keamanan Presiden Trump, yang dilaporkan termasuk: Presiden sendiri, Wakil Presiden Pence, Menteri Pertahanan James Mattis, Penasihat Keamanan Nasional Michael Flynn, Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Joseph Dunford, Direktur CIA Mike Pompeo, kepala strategi Presiden Steve Bannon, dan menantu presiden Jared Kushner.

Karena masih dalam masa transisi, tidak ada perwakilan Departemen Luar Negeri yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Menurut dua sumber di Gedung Putih yang tidak disebutkan namanya, Mattis dan Dunford menggambarkan misinya kepada Presiden Trump. Gagasan mereka adalah bahwa, jika pemimpin AQAP benar-benar berada di lokasi, serangan tersebut akan menjadi kemenangan besar bagi pasukan Amerika. Jika tidak, materi intelijen masih cukup bagus, karena akan menyediakan lebih banyak informasi untuk serangan yang akan datang.

Namun Steve Bannon dan Jared Kushner berpendapat ini adalah ‘sisa’ rencana dari pemerintahan Obama.

Presiden Trump dilaporkan berkonsultasi dengan Flynn, mantan direktur intelijen untuk JSOC. Setelah berkonsultasi dengan mantan rekannya di Ft. Bragg di North Carolina dan diduga berbicara dengan rekan-rekannya di UAE, Flynn menyarankan untuk menyetujui serangan tersebut. Salah satu alasannya serangan ini akan menjadi gebrakan untuk menunjukkan perbedaan dengan Presiden Obama yang selama ini dituduh sebagai peragu.

Misinya disetujui. Tim Owens seharusnya bergerak beberapa kilometer secara diam-diam, menyusup ke desa dan memberi AQAP kejutan. Namun, begitu tim memasuki desa, mereka disergap oleh pejuang AQAP, didampingi oleh warga sipil dengan senjata, bahkan dilaporkan wanita ikut bertempur malam itu.

Desa tersebut juga dilindungi dengan ranjau darat. Meski kehilangan unsur kejutan, komandan misi memutuskan untuk melanjutkan serangan.

Sebuah baku tembak terjadi dengan seru. Owen mengalami luka serius sekitar lima menit setelah memasuki pertempuran. Dua helikopter CV-22 Osprey kemudian dikirim untuk membantu pertempuran.

“Sebuah jet Marinir AV-8B Harrier dan helikopter serang juga dikirimkan untuk mengambil kekuatan AQAP,” kata NBC.

Namun, satu Osprey jatuh saat mendarat – pejabat menyebutnya sebagia hard landing. Pesawat itu kemudian dihancurkan oleh Osprey lainnya

Meski mengalami masalah dan perlawanan, serangan tersebut bisa membunuh 14 pejuang AQAP terbunuh, termasuk dua pemimpinnya. Namun sedikitnya 16 warga sipil dilaporkan juga terbunuh.

Berdasarkan dokumen resmi yang didapat NBC News, yang lebih memprihatinkan 10 di antara korban sipil adalah anak-anak.

Sementara di pihak Amerika, lima personel NAVY Seal terluka dan Owens tewas. Tidak diketahui bagaimana misi tersebut dikompromikan. Menurut NBC, apa yang “terjadi di Yaman mungkin telah dikaitkan dengan tragedi dan kabut perang.”

NEXT: AWALNYA MENGAKU BERHASIL, TAPI KEMUDIAN NGELES