Negara kecil tapi kaya raya, Qatar secara massif membangun kekuatan udaranya untuk tujuan yang tidak jelas. Perkembangan terakhir terkait hal ini terjadi pada bulan September 2017, ketika Menteri Pertahanan Pertahanan Inggris Michael Fallon dan Menteri Pertahanan Qatar Khalid bin Mohammed al Attiyah menandatangani Letter of Intent di mana Doha akan membeli 24 pesawat tempur Typhoon Eurofighter dari London.
Pembelian ini dilakukan setelah Qatar yang mengumumkan kesepakatan untuk membeli 36 jet tempur Boeing F-15 Advanced yang merupakan varian paling canggih dari Eagle senilai US$ 12 miliar.
Sementara pada 2015, Qatar menandatangani kesepakatan senilai US$ 7,5 miliar dengan Perancis untuk membeli 24 jet tempur Dassault Rafale, rudal MBDA, pelatihan pilot dan personel pendukung.
Apa yang membuat kesepakatan ini sangat mengejutkan adalah berapa banyak kenaikan yang mereka wakili dari apa yang saat ini dimiliki Angkatan Udara Qatar. Meskipun menjadi tuan rumah pangkalan udara Amerika yang besar, Qatar selama ini hanya mengandalkan 12 pesawat tempur Dassault Mirage 2000-5.
Dengan demikian, pembelian jet tempur yang mencapai total 84 unit berarti akan meningkatkan kekuatan mereka tujuh kali lipat.
“Pertumbuhan kemampuan seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya akhir-akhir ini, dan mungkin hanya terjadi ketika pecahnya Perang Dunia I dan II untuk melihat pertumbuhan armada yang begitu cepat,” kata Tony Osborne dari Aviation Week.
Peningkatan jumlah jet tempur bukan satu-satunya aspek yang menonjol. Seperti yang dicatat oleh IHS Jane keputusan Qatar untuk mengganti satu jenis tempurnya sekarang dengan tiga tipe yang berbeda membuat penasaran.

Jane menulis varian F-15 yang dibeli Doha lebih mampu dibandingkan model sebelumnya karena memiliki dua stasiun senjata tambahan di bawah sayap. Hal ini menjadikan mereka memiliki 11 cantelan senjata.
Selain itu pesawat juga memiliki layar kokpit yang luas, kontrol fly-by-wire; radar AESA Raytheon AN / APG-82 (V) 1 atau AN / APG-63 (V) 3, mesin General Electric GE F-110-129; Helm Joint Helmet – Mounted Cueing Systems di kedua kokpit; dan sistem peperangan elektronik digital serta perangkat tambahan lainnya.
Pesawat bisa diberi tugas untuk melakukan misi superioritas udara dan juga peran pemboman. Untuk misi pertempuran udara, F-15 dapat membawa 16 AIM-120 Advanced-Range-Air-to-Air Missiles (AMRAAM); empat rudal jarak pendek AIM-9X Sidewinder, dan dua High-Speed Anti-Radiation Missiles (HARM).
“Dalam konfigurasi pembom akan membawa beberapa AMRAAM dan HARM bersama dengan 16 small diameter boms (SDB) dan satu Joint Direct Attack Munition 2.000 pound.

Sementara Eurofighter Typhoon adalah jet bermesin ganda yang diproduksi oleh konsorsium Eropa, termasuk Leonardo Italia, Airbus Prancis dan BAE Systems Inggris. Typhoon juga dikenal sebagai jet tempur superioritas udara dan sedang berkembang untuk memiliki kemampuan serangan darat setara dengan Tornado.
Typhoon memiliki kecepatan tertinggi 2 Mach, mampu terbang tinggi, rasio dorong ke berat yang sangat baik, dan kemampuan ‘supercruise’. Typhooon saat ini membawa radar mekanis, walaupun radar AESA pada akhirnya nanti akan menggantikannya.
Kemampuan manuger tinggi dari Typhoon membuatnya menjadi dogfighter yang sangat baik. Jet tempur ini juga memiliki kemampuan serangan di luar visual atau Beyond-Visual Range (BVR), dan membawa rudal AIM-120. Typhoon Qatar diperkirakan akan dilengkapi dengan rudal anti-kapal Marte ER.

Rafale adalah pesawat tempur multi peran lainnya dan asal-usulnya berasal dari tahun 1980an, ketika Prancis membanggunya untuk mengganti sejumlah pesawat yang berbeda. Pesawat ini lebih kecil dari Typhoon tetapi sama-sama generasi 4+.
Sebanyak 12 hardpoint terpasang di sayap dapat membawa kombinasi rudal udara ke udara, dan rudal udara ke darat, sensor, dan tangki drop. Terlepas dari kenyataan bahwa Rafale telah dirancang 30 tahun lalu, upgrade seperti radar AESA RBE2 AA, pod penargetan Damocles, rudal udara ke udara Meteor, dan rudal jelajah SCALP telah membuat pesawat tetap menjadi yang terbaik di kelasnya.
Rafale memang belum sesukses Typhoon dalam penjualan ke luar neger. Baru India dan Mesir yang telah memtusukan untuk membeli. Sementara Typhoon telah terbang bersama Angkatan Udara Jerman, Spanyol, Italia, Austria, Arab Saudi, Oman dan Kuwait.
Tetap memunculkan pertanyaan untuk apa negara kecil ini meningkatkan kekuatan udaranya dengan begitu pesat dan massif. Doha telah menunjukkan kemauan yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir untuk berpartisipasi dalam beberapa mode dalam koalisi militer regional seperti yang melawan ISIS.
Qatar sendiri mungkin tidak dapat menjelaskan mengapa membeli begitu banyak jenis pesawat terbang yang akan sangat sulit untuk diintegrasikan mengingat ukuran angkatan udaranya yang kecil. Bahkan negara ini kemungkinan akan kesulitan untuk mencari personel yang bisa menerbangkan pesawat hinga muncul spekulasi kemungkinan jet-jet tempur itu akan dioperasionalkan oleh orang asing.

Qatar memang sedang menghadapi ketegangan dengan sejumlah tetangga arabnya. Setidaknya 10 negara yang dimotori Arab Saudi, Yordania, Mesir telah menutup perbatasannya dan memutuskan hubungan diplomatik.
Tetapi untuk melawan kekuatan-kekuatan ini, peningkatan sebesar apapun oleh Qatar tetap tidak akan mampu mengimbanginya.
Setidaknya, menurut Tony Osborne, seorang analis militer pembelian jet tempur dalam jumlah besar dan beraneka ragam ini menjadi strategi Doha untuk membangun hubungan bagi negara-negara pemilik senjata tersebut.
Qatar berharap dengan pembelian ini negara-negara tersebut tidak akan bergabung dalam kampanye Saudi melawan Qatar. Tetapi apakah harus semahal itu?