Enggak selalu soal militer dan perang. Hal-hal yang unik juga kerap dibahas di JejakTapak. Salah satunya adalah tekat lima ilmuwan Swedia yang mengajukan hibah senilai lebih dari US$ 1 juta atau sekitar Rp14 miliar dari Dewan Riset Swedia untuk menyelidiki perubahan musik klasik, yang menurut mereka semakin lama semakin seksual.
Menurut para ahli Swedia, musik klasik, yang telah lama dipandang sebagai musik kelas atas untuk tipe intelektual, telah memperoleh getaran erotis, mengacu pada kecenderungan baru-baru ini untuk menggunakan musik orkestra untuk adegan kamar tidur di film.
“Sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru untuk menghubungkan musik klasik dengan seks di dunia perfilman. Tapi sekarang sudah semakin eksplisit, dan tren ini berkembang di bioskop mainstream dan budaya mainstream,” kata sejarawan musik Tobias Pontara dari Universitas Gothenburg kepada Radio Swedia.
Pontara berpendapat bahwa menghubungkan musik klasik dengan seks menjadi kurang kontroversial saat ini daripada sebelumnya, karena status genre bangsawan dan masyarakat tinggi semakin dipertanyakan.
“Misalnya, dalam film ’50 Shades of Grey ‘beberapa tahun yang lalu, ada adegan seks yang disertai dengan musik komposer abad ke-16 Thomas Tallis, yang hampir tidak mungkin dilakukan sebelumnya,” kata Tobias Pontara.
Contoh penting lain dari perubahan status musik klasik termasuk serial drama komedi Amerika “Mozart in the Jungle” dengan Gael Garcia Bernal sebagai peran utama yang menggambarkan sebuah konduktor eksentrik New York Philharmonic.
Juga, sutradara film Denmark yang kontroversial Lars von Trier menggunakan aria dari opera Händel “Rinaldo” sebagai tema musikal di “Antikristus” dan “Nymphomania,” yang keduanya penuh dengan adegan seksual.
Pontara berpendapat bahwa musisi sendiri mengandalkan citra sensual sebagai strategi. “Ambil, misalnya, pianis konser Yuja Yang, pemain biola Janine Jansen atau penyanyi opera Anna Netrebko. Pakaiannya sangat seksi, dan ini adalah karya seni yang menantang,” kata Pontara.
Untuk menyelidiki perubahan status musik klasik, yang selain erotisisasi juga mencakup komersialisasi dan politisasi, tim Pontara telah mengajukan dana sebesar sekitar US$ 1,3 juta dari Swedish Research Council.
Pontara mengaku tidak tertarik pada perdebatan tentang apakah musik klasik “diusir” dari tumpuannya dan dibuat lebih demokratis, namun bertujuan untuk menyelidiki citranya dan bagaimana gagasan polarisasi dapat ada mengenai hal itu pada saat bersamaan.
“Kami ingin mencoba dan menangkap gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana musik klasik diproduksi, dan ini belum pernah dilakukan sebelumnya,” kata Pontara.