Investigasi PBB atas kematian Sekretaris Jenderal Dag Hammarskjold pada tahun 1961 bisa mendekati penyelesaian misteri tersebut. Inggris dan Amerika diperkirakan ikut bermain dalam kejadian tersebut.
Kematian, Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskjöld dalam sebuah kecelakaan pesawat tahun 1961 tersbeut telah menjadi misteri namun penyelidikan baru dapat menguak lebih dekat untuk menyelesaikannya.
Penelitian oleh pekerja bantuan Swedia Goran Bjorkdahl dan Susan Williams, seorang peneliti senior di Institute of Commonwealth Studies di London, telah memaksa PBB untuk membuka kembali kasus tersebut.
“Kesimpulan saya sendiri adalah bahwa pesawat DC6 yang membawa Hammarskjold dijatuhkan dan motifnya adalah mempertahankan kontrol barat atas mineral Katanga. Penting bahwa PBB, setelah kematian Hammarskjöld, telah menjadi tantangan bagi kekuatan besar,” kata Bjorkdahl dalam laporannya di tahun 2011.
Hammarskjold, seorang diplomat Swedia, dan 15 orang lainnya terbunuh saat pesawat mereka jatuh di hutan saat mendekati Ndola di daerah Rhodesia Utara, sekarang Zambia.
Hammarskjold meninggal pada bulan September 1961, sembilan bulan setelah Patrice Lumumba, perdana menteri sayap kiri Republik Kongo, digulingkan dan dieksekusi oleh pasukan yang didukung oleh Amerika Serikat.

Pada tahun 2015, Sekretaris Jenderal Ban Ki-Moon kemudian memerintahkan penyelidikan baru atas kecelakaan tersebut.
Sebuah laporan, yang ditulis oleh seorang mantan hakim Tanzania, Mohamed Chande Othman, yang diserahkan kepada Sekjen PBB Antonio Guterres pada bulan Agustus diperkirakan memberikan “sejumlah bukti” bahwa pesawat tersebut memang ditembak jatuh oleh pesawat lain.
Lumumba telah mencoba untuk merekrut pemberontak separatis dari provinsi selatan Katanga, yang didukung oleh kepentingan pertambangan barat dan tentara bayaran asing.
Sementara Hammarskjold, yang mengambil alih posisi di PBB pada tahun 1953, sedang dalam perjalanan untuk bernegosiasi dengan pemberontak saat pesawat Douglas DC6-nya jatuh.
Laporan Othman, yang dibantu oleh kerja sama dari pemerintah Inggris, Belgia, Kanada dan Jerman, menunjukkan bahwa pada bulan Februari 1961 pemerintah Perancis telah secara diam-diam memasok pemberontak tersebut dengan tiga pesawat Fouga.
Pesawat-pesawat ini terlibat dalam serangan udara ke udara, terbang di malam dan siang hari dari landasan terbang yang dibangun di hutan Katanga.
Surat kabar The Guardian mengklaim laporan Othman berisi bukti yang memback up sebuah laporan dari seorang diplomat Prancis, Claude de Kemoularia, yang mengatakan bahwa dia diberitahu oleh seorang pilot Belgia pada tahun 1967 bahwa dia secara tidak sengaja telah memotong sayap pesawat Hammarskjold saat mencoba menghentikannya mendarat di Ndola.
Othman juga mengatakan bahwa pihak berwenang Inggris dan Rhodes telah mencegat komunikasi PBB pada saat terjadi kecelakaan dan Inggris mungkin masih memiliki bukti penting dalam arsip rahasia tersebut.
Dia juga mengetahui bahwa Amerika mengoperasikan pesawat pengintai elektronik yang canggih “di dalam dan sekitar Ndola” pada saat itu.
Dua penyelidikan Inggris mengenai kecelakaan tersebut menyimpulkan karena kesalahan pilot, namun PBB sendiri belum pernah membuat sebuah kesimpulan.
Krisis Katanga berlangsung sampai tahun 1965 ketika kepala staf militer, Kolonel Joseph Mobutu Sese Seko, mengambil alih dan memasukkan kembali provinsi pemberontak tersebut ke Kongo, yang kemudian dia namakan Zaire.