Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus mengancam akan menghentikan kesepakatan nuklir dengan Iran. Terakhir dia menyatakan hal tersebut dalam pidato di sidang umum PBB pekan lalu.
Sikap Trump ini memunculkan spekulasi Amerika berniat menari diri dari kesepakatan sebelum batas akhir pada pertengahan Oktober.
Presiden Amerika memang harus mengatur ulang kesepakatan tersebut setiap tiga bulan, dengan tenggat waktu terakhir akan dimulai pada tanggal 15 Oktober.
Ada spekulasi bahwa kali ini, Presiden Trump tidak akan mengeluarkan sertifikasi ulang, sebuah langkah yang dapat memicu penarikan Amerika dari kesepakatan internasional. Tentu saja aka nada konsekuensi luas dengan keputusan itu terhadap hubungan Amerika-Iran, stabilitas Timur Tengah dan pasar global.
Presiden Trump menyebut kesepakatan tersebut “sebuah rasa malu” dan sebelumnya mengatakan bahwa ini adalah salah satu “transaksi terburuk” yang pernah dia lihat.
Dia berpendapat bahwa Iran telah melanggar kesepakatan tersebut, terlepas dari fakta bahwa Badan Energi Atom Internasional, yang memonitor perjanjian nuklir, mengatakan bahwa Iran telah mematuhi kesepakatan yang ada. Begitu juga negara lain yang ikut menandatangani kesepakatan, termasuk sekutu Amerika.
The New York Times melaporkan pada bulan Juli bahwa Trump menugaskan para pembantunya “untuk menemukan alasan yang menyatakan bahwa negara tersebut telah melanggar persyaratan kesepakatan tersebut.” Trump mencoba mencari alasan untuk membatalkan kesepakatan tersebut, walaupun tidak ada bukti ketidakpatuhan Iran.
Baru-baru ini, Trump telah menunjuk pada pengujian rudal Iran dan dukungan untuk terorisme, yang tidak ada hubungannya dengan kesepakatan nuklir tersebut sebagai alasan juga.
Meskipun demikian, Trump tampaknya memiliki kekuasaan untuk membatalkan kesepakatan dan mengambil garis keras atau bahkan militer di Iran. Tapi kesepakatan itu sangat berbahaya, dan Amerika hampir pasti akan melakukannya sendiri.
Sekutu Eropa AS kemungkinan akan menolak usaha untuk kembali dalam situasi konfrontasi dengan Iran. “Kami sudah memiliki satu potensi krisis nuklir. Kami pasti [tidak] tidak perlu pergi ke yang kedua,” kata Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri mengatakan kepada wartawan di PBB.
Lebih buruk lagi, langkah tersebut dapat merusak sistem yang memantau aktivitas nuklir Iran, dan tentu saja akan membuat proliferasi lebih mungkin terjadi.
Sebanyak 80 ahli nonproliferasi nuklir terkemuka di dunia mengeluarkan sebuah pernyataan bersama pada 13 September yang menyebutkan bahwa kesepakatan nuklir tersebut telah terbukti menjadi aturan yang efektif dan dapat diverifikasi untuk upaya nonproliferasi nuklir internasional.
“Kami prihatin dengan pernyataan dari pemerintah Trump bahwa mereka mungkin berusaha untuk menciptakan dalih palsu karena menuduh Iran melakukan operasi non-kooperatif atau tidak patuh dengan kesepakatan tersebut untuk memicu reimposisi sanksi terkait nuklir terhadap Iran,” tambah pernyataan itu.