Tijitibeh, Belum Gunakan Nuklir, 20.000 Orang Mati Perhari Jika Perang Korea Pecah
AP 

Tijitibeh, Belum Gunakan Nuklir, 20.000 Orang Mati Perhari Jika Perang Korea Pecah

Meningkatnya ketegangan membuat para ahli berusaha untuk mensimulasikan jika terjadi Perang Korea. Hasilnya sangat meresahkan

Simulasi perang di semenanjung Korea biasanya dimulai dengan insiden yang relatif kecil di zona demiliterisasi antara Korea Selatan dan Korea Utara atau provokasi yang berkembang menjadi perang konvensional dan kemudian terus meningkat.

Skenario tersebut merupakan koreksi serius terhadap gagasan bahwa kapasitas nuklir Korea Utara dapat dimusnahkan dalam satu serangan tunggal, atau bahwa rezim tersebut hanya sekuat Saddam Hussein di Irak atau Moammar Kadafi di Libya.

“Terlalu banyak orang Amerika memiliki pandangan bahwa ini akan seperti invasi ke Irak atau Afghanistan, atau seperti operasi tempur di Libya atau Suriah, tapi sebenarnya tidak akan seperti itu,” kata Rob Givens, seorang pensiunan Brigjen Angkatan Udara Amerika yang menghabiskan empat tahun di semenanjung Korea.

Dan sebelum Korea Utara beralih ke senjata nuklir. “Hanya ada satu cara agar perang ini berakhir,” kata Givens. “Dengan kekalahan Korea Utara, tapi berapa korbannya?”

James Stavridis, seorang pensiunan Laksamana Angkatan Latu Amerika dan Dekan di Fletcher School of Law and Diplomacy di Tufts University, mengatakan bahwa kemungkinan konflik konvensional dengan Korea Utara pada 50-50 dan kemungkinan perang nuklir mencapai 10%.

“Kami lebih dekat dengan pertukaran nuklir daripada sebelumnya dalam sejarah dunia dengan satu pengecualian, krisis rudal Kuba,” kata Stavridis.

Konflik yang diperkirakan Stavridis dimulai dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meluncurkan rudal yang mendarat di atau dekat Guam.

Amerika Serikat kemudian memindahkan kelompok tempur kapal induk di dalam jangkauan semenanjung dan melakukan pembalasan dengan serangan udara di fasilitas peluncur pesisir, mungkin menggunakan rudal jelajah Tomahawk. Hal ini serupa dengan serangan yang dilakukan Amerika ketika menyerang Suriah karena dituduh menggunakan senjata kimia.

Serangan ini dimaksudkan sebagai pesan, bukan undangan untuk perang habis-habisan. Tapi Kim, tidak seperti Bashar Assad dari Suriah. Dia tidak mungkin duduk diam.

“Dia pasti bereaksi. Dia tahu bahwa jika ada serangan militer dan dia tidak melakukan apa-apa, mereka akan dianggap takut dan permainannya berakhir untuknya, ” kata Sue Mi Terry, seorang mantan analis CIA di Korea Utara.

Korea Utara mungkin menanggapi dengan menembakkan beberapa peluru artileri ke 35.000 pasukan Amerika yang saat ini ditempatkan di Korea Selatan.

Korea Utara memiliki sekitar 11.000 unit artileri konvensional yang ditempatkan ke pegunungan di utara zona demiliterisasi. Meskipun sebagian besar peralatan berasal dari era Soviet, mereka tetap bekerja dengan baik dan terilindungi dengan aman dari serangan lawan  karena dirancang untuk diluncurkan dari terowongan di pegunungan.

Amerika Serikat akan mencoba untuk menghancurkan artileri dengan pesawat tak berawak dan serangan udara, tapi itu akan memakan waktu berhari-hari, di mana saat Korea Utara mungkin akan melakukan serangan hukuman yang ditujukan ke Seoul yang memiliki populasi 25 juta orang.

Seiring perang meluas, Korea Utara kemungkinan akan membom jembatan di Sungai Han di Seoul untuk membuat lebih sulit bagi warga sipil untuk melarikan diri, menggunakan pasukan khusus dan penyusup untuk menyerang fasilitas dan personel kunci di Korea Selatan, dan meluncurkan rudal jarak pendek melawan Korea Selatan dan menyerang pangkalan militer Amerika serta Korea Selatan.

Givens mengatakan Pentagon memperkirakan jumlah korban tewas di Korea Selatan akan mencapai 20.000 orang setiap hari. Dan itu sebelum Korea Utara beralih ke senjata nuklir.

NEXT: TIJITIBEH, AKU MATI KALIAN JUGA MATI