Setelah ada harapan rencana pembelian jet tempur Su-35 yang terkatung-katung lama akan segera mencapai titik kesepakatan, kini situasi bisa berubah lagi. Selain negoisasi ulang harga, pemerintah juga telah memperketat persyaratan dari pembelian itu. Pertanyaannya, apakah Rusia mau?
Pemerintah melalui Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan akan melakukan negosiasi ulang terhadap harga jet tempur yang dinilanya masih terlalu mahal Kementerian Keuangan melihat harga per unit pesawat antara US$40 juta –US$65 juta tergantung spesifikasi teknologi yang bawanya. Artinya, dengan imbal dagang US$1,14 miliar, harusnya jumlah pesawat yang bisa didapat sekitar 15 unit – 17 unit.
Pemerintah awalnya membeli 11 Su-35 dengan imbal dagang senilai US$1,14 miliar. Harga ini memang terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga yang diterima China. Bahkan dibandingkan F-35 yang merupakan pesawat generasi kelima pun lebih mahal. Bagaimanapun teknologi siluman jelas lebih rumit dan mahal.
Kabar lain muncul. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjelaskan pemerintah akan memperketat syarat pembelian 11 Su-35 dari Rusia. Indonesia harus mendapatkan keuntungan dari jual beli pesawat tempur ini.
“Kita perketat syaratnya, kita yang memperketat syaratnya, si penjual supaya enggak seenaknya menjual tanpa ada keuntungan dari kita. Banyak hal yang bisa kita dapatkan,” jelas Wiranto di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat 22 September 2017 sebagaimana dilaporkan Republika.
Apa saja yang disyaratkan Indonesia? Wiranto mengatakan dari pembelian pesawat tersebut harus ada imbal beli. Rusia, kata dia, harus membeli komoditas Indonesia sebagai bentuk barter pembelian pesawat.
Terdapat 17 komoditas yang tengah dibahas, di antaranya yakni pembayaran dengan minyak kelapa sawit, kopi, tembakau, atau pun produk dari industri militer. Syarat ini masih cukup wajar mengingat sejak awal memang rencana pembelian dilakukan dengan imbal dagang.
Syarat lain yang sepertinya akan membentur halangan keras dari Rusia adalah menurut Wiranto pembelian harus ada alih teknologi. Diharapkan, pabrik suku cadang pesawat Sukhoi pun juga dibangun di Indonesia. Sehingga, Indonesia dapat menjadi pusat pemasaran suku cadang Sukhoi di wilayah Asia.
Bukannya pesimistis, tetapi mari kita berpikir realistis. Sebagai pembeli, wajar jika Indonesia mengajukan berbagai syarat. Tetapi Rusia tentu tidak akan dengan mudah menyetujui. Karena bagaimanapun Rusia, sangat melindungi teknologi jet tempurnya, terutama Su-35. Ingat kasus pembelian China yang sangat lama dalam hal negoisasi. Rusia sangat berhati-hati karena mereka khawatir China akan menyadap teknologi yang ada di jet tempur itu seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Pembelian akhirnya disetujui dengan kesepakatan yang sangat ketat dalam perlindungan hak kekayaan intelektual.
Indonesia, memang salah satu negara pengguna jet tempur Sukhoi, tetapi yang harus diingat jumlahnya juga tidak paling banyak. Saat ini Indonesia menggunakan gabungan Su-27 dan Su-30 sebanyak 16 unit. Sementara pembelian 11 jet tempur juga bisa dibilang sedikit. Bandingkan dengan Vietnam yang membeli 12 Su-30 pun tidak mendapat transfer teknologi apalagi membangun pabrik suku cadang. Vietnam juga membeli enam kapal selam kelas Kilo tanpa transfer teknologi sedikitpun.
Transfer teknologi dilakukan hanya dengan India dalam membangun Su-30MKI. Tetapi harus diingat India membeli dalam jumlah luar biasa besar yakni sekitar 200 pesawat yang menjadi salah satu kontrak pengadaan jet tempur terbesar di dunia. Pembangunan jet tempur ini bisa dilakukan di India, tetapi sejumlah komponen penting dan kunci tetap dibangun di Rusia. Selain itu hal yang harus diingat juga, India adalah salah satu pengimpor senjata terbesar di dunia dan Rusia menjadi pemasok utamanya. Jadi jelas keuntungan yang diterima Rusia akan sangat besar hingga layak jika rela melepas sejumlah teknologinya.
Mungkin ada yang berharap bahwa hubungan baik Indonesia-Rusia akan menjadikan Moskow rela melepas teknologinya atau bahkan membangun pabrik suku cadang di Indonesia. Hubungan kedua negara memang baik, tetapi Indonesia juga tidak hanya menggunakan senjata buatan Rusia. Bahkan lebih banyak menggunakan teknologi Amerika. Rusia tentu juga memiliki kekhawatiran teknologi mereka akhirnya bisa jatuh ke Amerika dengan berbagai cara.
Sekali lagi kita melihat Vietnam yang hampir seluruhnya menggunakan senjata Rusia pun tidak mendapat transfer teknologi. Hanya segelintir negara yang mendapatkan transfer teknologi dan mereka adalah negara-negara bekas Uni Soviet. Transfer itupun dilakukan di era Perang Dingin seperti kepada Polandia, Ukraina, dan sebagainya.
Akhirnya, kita memang berharap pemerintah mampu memberlakukan persyaratan ketat tersebut. Tetapi tentu saja harus melakukan upaya lobi yang sangat keras dan bisa jadi memakan banyak waktu. Sementara kebutuhan akan jet tempur itu sangat mendesak.
Bagaimana ujung dari semua ini? Kita tunggu saja.