Sanksi internasional yang melarang perdagangan dengan Korea Utara memaksa Pyongyang harus kucing-kucingan menggunakan kapal mereka mengangkut komoditas dari luar negeri atau sebaliknya. Salah satu barang yang penting adalah bahan bakar minyak.
Sedikitnya delapan kapal Korea Utara meninggalkan Rusia dengan muatan bahan bakar tahun ini menuju ke negara mereka. Tetapi mereka menggunakan dokumen palsu tentang tujuan mereka dan baru mengubah arah di tengah laut. Taktik ini dinilai pejabat Amerika sering digunakan untuk menembus sanksi.
Delapan kapal yang diidentifikasi dalam data pelacakan berlayar dari pelabuhan Vladivostok Rusia Timur Jauh atau Nakhodka dan mendaftarkan tujuan mereka pada Sistem Informasi Pengendalian Pelabuhan Negara menuju China atau Korea Selatan.
Setelah meninggalkan Rusia, mereka selanjutnya menuju pelabuhan Kimchaek, Chongjin, Hungnam atau Najin Korea Utara. Tidak ada yang pergi ke China dan sebagian besar kembali ke Rusia.
Semua kapal membawa bahan bakar diesel. Seorang sumber di perusahaan yang melayani kapal di Vladivostok kepada Reuters mengatakan kapasitas kargo mereka berkisar antara 500 ton sampai 2.000 ton.
Salah satu kapal tersebut adalah Ma Du San, yang dimiliki oleh Kyongun Shipping Co Korea Utara. Perusahaan ini membawa muatan 545 ton bahan bakar dari terminal Pervaya Rechka Vladivostok, yang dimiliki oleh perusahaan Perminyakan Independen Rusia (IPC).
Reuters memperoleh bill of lading atau tanda terima untuk barang yang dikeluarkan saat sebuah kapal memuat tertanggal 19 Mei yang menunjukkan muatan Ma Du San berasal dari NPZ Khabarovskiy, sebuah kilang yang dimiliki oleh IPC.
Kapal tersebut berlayar pada 20 Mei 2017. Dokumen yang diajukan pada Sistem Informasi Pengendalian Pelabuhan Negara Bagian Rusia menyatakan tujuan berikutnya sebagai pelabuhan Zhanjiang di China dan bill of lading menunjukkannya Busan di Korea Selatan.
Kapal-kapal Korea Utara sebentar-sebentar mematikan transponder mereka, dan satelit tidak dapat melacak mereka pada saat seperti itu.
Seorang perwira Amerika Serikat mengatakan bahwa mengubah tujuan pelayaran merupakan ciri khas dari taktik Korea Utara untuk menghindari sanksi perdagangan internasional.
“Sebagai bagian dari upaya Korea Utara untuk memperoleh pendapatan, rezim tersebut menggunakan shipping networks [jaringan pengiriman dengan kapal] untuk mengimpor dan mengekspor barang,” kata Asisten Sekretaris Menteri Keuangan Marshall S. Billingslea mengatakan kepada Komite Luar Negeri Kongres bulan ini.
“Korea Utara menggunakan praktik penipuan untuk menyembunyikan asal-usul sebenarnya dari barang-barang ini. Pyongyang telah ditemukan secara rutin memalsukan identitas dan dokumentasi kapal.”
Pada 1 Juni 2017 lalu, Departemen Keuangan Amerika . memasukkan IPC dalam daftar hitam sanksinya, dengan mengatakan bahwa mereka memberi minyak ke Korea Utara dan mungkin telah terlibat dalam menghindari sanksi.
Pada 22 Agustus, pemerintah Amerika menyetujui dua perusahaan lagi untuk masuk daftar hitam yakni Mitra Transatlantik dan Velmur Management Pte. Ltd
Kedua perusahaan itu dituduh melakukan pencucian uang atas nama bank Korea Utara untuk membayar kargo diesel yang dijual oleh IPC ke Velmur dan dimuat di Vladivostok pada 19 Mei, tanggal yang sama dengan bill of lading untuk Ma Du San.
Andrey Serbin, yang mewakili Mitra Transatlantik, mengatakan bahwa perusahaan tersebut belum menerima pembayaran dari bank yang terkena sanksi dan bahwa kepemilikan bahan bakar tersebut berubah setelah barang dimuat.
“Kami menjual bahan bakar ke perusahaan China,” kata Serbin. “Tidak mungkin kita bisa mengendalikan mereka (barangnya),” tambahnya.
IPC tidak menanggapi permintaan komentar. Perusahaan induknya, Alliance Oil Company Ltd yang terdaftar di Bermuda, membantah memiliki hubungan kontrak dengan perusahaan Korea Utara saat sanksi Amerika diberikan kepada IPC.