Myanmar menegaskan pihaknya melarang seorang pejabat Amerika yang berniat mengunjungi jantung konflik yang memicu eksodus hampir 400.000 Muslim Rohingya dan oleh PBB telah disebut sebagai pembersihan etnis.
Rohingya telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine barat ke negara tetangga Bangladesh untuk menghindari serangan militer yang memunculkan lemahnya Aung San Suu Kyi.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan Deputi Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Patrick Murphy akan menyuarakan keprihatinan Washington tentang Rohingya dan mendesak akses yang lebih besar ke wilayah konflik untuk pekerja kemanusiaan.
Pejabat Myanmar mengatakan pejabat Amerika ini akan bertemu dengan pemimpin pemerintah di ibukota, Naypyitaw, dan menghadiri sebuah pidato Suu Kyi pada hari Selasa.
Dia juga akan mengunjungi Sittwe, ibu kota negara bagian, dan bertemu dengan Gubernur Rakhine, Menteri Pemerintah Negara Bagian, Tin Maung Swe. Namun dia dilarang untuk masuk ke bagian utara dari negara bagian yang menjadi jantung konflik berdarah tersebut.
“Tidak diizinkan,” kata Tin Maung Swe, ketika ditanya apakah Murphy akan pergi ke distrik Maungdaw, yang jadi daerah konflik. Di daerah ini pada 25 Agustus lalu Rohingya menyerang sejumlah pos militer yang ditanggapi dengan operasi militer besar-besaran.
Sementara hampir 400.000 pengungsi telah melintasi perbatasan ke Bangladesh, namun akses untuk pekerja bantuan dan wartawan telah sangat dibatasi.
Myanmar pada hari Jumat 15 September 2017 bersikeras bahwa pihaknya tidak melarang pekerja bantuan namun seorang juru bicara pemerintah mengatakan pihak berwenang di lapangan mungkin memiliki kekhawatiran mengenai keamanan.