Baru tiga tahun yang lalu, Angkatan Laut Amerika hanya memiliki satu rudal anti-kapal jarak pendek yang menua, Harpoon. Hari ini, mereka berhasil menguji coba setidaknya empat jenis rudal yang sangat berbeda.
Mereka adalah rudal pertahanan udara SM-6 yang dikonversi untuk antikapal sebagai pilihan tercepat dan tercepat dan Kongsberg Naval Strike Missile sebagai rudal kelas menengah. Angkatan Laut Amerika kini memiliki dua rudal rakasa dengan hulu ledak seberat 1.000 pon yang sedang bersaing untuk mengisi di kelas berat yakni Long-Range Anti-Ship Missile (LRASM) yang dibangun Lockhed Martin dan Tomahawk milik Raytheon, sebuah rudal serangan darat terhormat yang diupgrade untuk misi serangan laut.
Sejak tahun 1991, Tomahawks telah menjadi pilihan utama untuk menyerang sasaran tetap di darat. Namun mereka tidak mampu melakukan serangan pada target bergerak di laut.. Sebuah varian antikapal yang dikenal sebagai Tomahawk Anti-Ship Missile (TASM) sempat diperkenalkan tetapi tidak berumur panjang dan ditarik dari dinas pada 1990-an karena Angkatan Laut tidak yakin dengan konsistensi rudal tersebut dalam hal membidik target laut.
Sejak saat itu Raytheon telah menginvestasikan banyak uang untuk mengembangkan sistem pelacak antikapal canggih untuk ditempatkan di rudal ini. Sebuah prototipe Maritime Strike Tomahawk berhasil mencapai target dalam tes pada 2015, dan pada 30 Agustus 2017 lalu, Angkatan Laut memberikan Raytheon US$ 119 juta untuk melanjutkan pembangunannya.
Sebagai incumbent Tomahawk memiliki keuntungan besar dalam persaingan dengan LRASM. Angkatan Laut Amerika dan Inggris telah membeli lebih dari 10.000 Tomahawks sejak rudal tersebut mulai beroperasi pada tahun 1984. Mereka juga sudah terbukti di berbagai medan tempur baik diluncurkan dari kapal permukaan maupun kapal selam. Upgrade Tomahawk yang telah teruji juga jelas akan lebih murah dan berisiko kecil daripada membeli rudal baru seperti LRASM.
Tapi incumbent juga bisa menjadi pdang bermata dua. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, meski akan melalui proses upgrade, teknologi dasar Tomahawks sudah tua. Rudal ini dirancang pada awal tahun 1980an.
Sebaliknya dengan LRASM yang didasarkan pada rudal Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM), yang menjalani tes penerbangan pertamanya di tahun 1999. Hal ini membuat keluarga JASSM / LRASM hampir 20 tahun lebih muda, meskipun usianya hampir 20 tahun.
Raytheon tentu saja dapat memperbarui elektronik Tomahawk, dan prosesor baru ini akan memungkinkan rudal tersebut untuk mendownload pembaruan perangkat lunak seperti layaknya iPhone. Itu semua penting untuk senjata presisi.
Tetapi Raytheon tidak dapat berbuat banyak dalam hal bentuk dasar Tomahawk, yang tidak dirancang untuk memiliki karakter siluman seperti JASM dan LRASM. Di era sistem anti rudal yang semakin canggih, menipu atau menembak jatuh senjata yang datang adalah hal yang penting.
Sementara LRASM meski memiliki keunggulan dalam siluman, Tomahawk memiliki keunggulan dalam jangkauan. Rincian yang tepat memang dirahasiakan, tapi kisaran LRASM secara resmi lebih dari 200 mil sedangkan Tomahawk lebih dari 1.000, atau lebih dari empat kali lipat.
Dengan jangkauan seperti itu, Anda mungkin bahkan tidak perlu pergi ke laut untuk melawan armada musuh. Kapal cukup duduk di pelabuhan dan menembakkan rudalnya. Kisaran Tomahawk yang luar biasa dirancang untuk menyerang sasaran di pedalaman dari kapal di laut, hampir di titik bumi manapun.
Tentu saja, hal ini berefek pada berat rudal. Tomahawk berbobot sekitar 3.330 pound, dibandingkan dengan LRASM sekitar 2.500 pound, hampir sepertiga lebih sedikit. Rudal yang lebih ringan tentu akan menjadikannya lebih mudah untuk dibawa ke kapal dan menambah pasokan yang dibawa.
Kesimpulannya, kedua rudal antikapal berat ini memang memiliki pintu sendiri-sendiri untuk bisa memenangkan persaingan agar bisa masuk ke Angkatan Laut Amerika. Siapa yang pada akhirnya unggul masih menjadi tanda tanya.