Bukan Lagi Afghanistan, Inilah Perang Paling Mematikan Amerika

Bukan Lagi Afghanistan, Inilah Perang Paling Mematikan Amerika

Perang Afghanistan harus diakui menjadi medan tempur paling mematikan bagi Amerika. Ribuan tentara Amerika pulang dalam peti mati selama perang yang berlangsung sejak 2011 lalu.

Tetapi sekarang, Amerika tengah menghadapi perang tersendiri yang menewaskan pasukan mereka lebih banyak dibandingkan dengan garis depan Afghannistan saat ini.

Banyak tentara Amerika yang meninggal tidak di medan tempur, tetapi dalam kecelakaan yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Pentagon layak khawatir dengan tren ini.  Tabrakan kapal Angkatan Laut Amerika  baru-baru ini di Pasifik dan beberapa tabrakan pesawat telah menyoroti konsekuensi nyata dan tragis bagaimana “kesiapan militer yang terdegradasi” bermanifestasi.

Hilangnya kehidupan yang berasal dari kecelakaan yang melibatkan USS Fitzgerald dan AS John S. McCain telah menyebabkan jeda operasional di Angkatan Laut Amerika Serikat.

Meski Afghanistan sekarang merupakan perang terpanjang dalam sejarah militer Amerika, namun sebenarnya tidak lagi menjadi ancaman paling mematikan yang dihadapi militer beberapa tahun yang lalu.  Kecelakaan telah menjadi pembunuh terbesar militer Amerika sejak tahun 2014.

Tahun itu, total 39 militer Amerika kehilangan nyawa akibat perang di Afghanistan. Jumlah ini di bawah prajurit yang tewas karena kecelakaan sebanyak  57 orang insiden termasuk kecelakaan pesawat terbang, kecelakaan latihan, dan kesalahan operasional seperti yang dialami pelaut kapal USS Fitzgerald dan USS John S. McCain. Tahun ini 16 dari 57 korban tewas berada di Afghanistan.

Ada kecenderungan yang semakin mengganggu. Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika telah mengalami cukup banyak korban jiwa akibat kecelakaan sejak tahun 2015 yang melebihi jumlah total personil Amerika  yang terbunuh di Afghanistan selama tiga tahun terakhir.

Total korban di Afghanistan untuk tahun 2015, 2016, dan 2017 masing-masing adalah 22, 14, dan 11. Pada tahun-tahun yang sama, Angkatan Laut kehilangan 28, 21, dan 43 jiwa. Sementara 2017 belum selesai.

Mackenzie Eaglen peneliti di the Marilyn Ware Center for Security Studies at the American Enterprise Institute dalam tulisannya di Real Clear Defense Kamis 6 September 2017 menyebutkan ada kemungkinan yang sangat nyata bahwa tahun ini, empat kali lebih banyak pelaut dan Marinir akan meninggal dalam kecelakaan dibandingkan dengan semua tentara Amerika yang tewas di garis depan Afghanistan.

Bagaimana ini bisa terjadi? Pasti ada banyak alasan. Bagi Marinir, komponen penerbangan yang memburuk dengan cepat merupakan hambatan utama untuk kesiapan.

Pada sidang Komite Bersenjata Senat Maret 2016, Ketua Mac Thornberry  mencatat meski dalam 10 tahun terakhir rata-rata kecelakaan per 100.000 jam penerbangan di Korps Marinir adalah 2,15, angka ini terus terus meningkat yakni  3,96  pada 2016 dan sudah mencapai 4,3 tahun ini. Sebagai perbandingan, angka  Angkatan Darat adalah 1,99 pada tahun 2016.

Komandan Korps Marinir Jenderal Robert Neller menghubungkan tingkat kecelakaan yang lebih tinggi ini dengan kurangnya pelatihan yang disebabkan oleh kekurangan persediaan pesawat terbang.

Seperti yang ditunjukkan oleh dua tabarakan destroyer baru-baru ini, salah satu tekanan utama Angkatan Laut terletak pada beban kapal yang berlebih. Para pemimpin dan anggota parlemen telah menyatakan bahwa US Navy membutuhkan 355 kapal sementara saat ini hanya memiliki 277 kapal.

Berbeda dengan Taliban di Afghanistan, musuh yang bertanggung jawab atas kematian ini mudah dikenali, perang paling mematikan ini justru sangat sulit dilawan.

Baca juga:

5 Perang Paling Mahal dalam Sejarah Amerika