Perancis berencana untuk mempersenjatai armada drone mata-mata mereka. Hal ini akan menjadi yang pertama bagi militer Prancis.
Menteri Pertahanan prancis Florence Parly mengatakan keputusan tersebut awalnya akan berlaku hanya untuk enam drone pengintai Reaper yang dibeli Prancis dari Amerika Serikat dan tidak bersenjata. Sebagian besar dari mereka, berbasis di wilayah Sahel Afrika dan terlibat dalam perang melawan kelompok militan Islam.
Parly tidak menentukan jangka waktu kapan drone tersebut akan dipersenjatai atau senjata jenis apa yang akan digunakan.
Parly memastikan pesawat tak berawak tidak akan menjadi “robot pembunuh dan menekankan bahwa serangan akan diatur oleh peraturan nasional dan internasional yang ketat terkait penggunaan kekerasan.
Mengangkat pesawat tak berawak akan memberi mereka “kemampuan bertahan, keamanan, pengawasan dan serangan di tempat dan saat yang tepat,” katanya dalam sebuah pidato di kota Toulon Selasa 5 September 2017 sebagaimana dilansir ABC.
Dia menambahkan pesawat tak berawak tersebut akan membantu militer Prancis menjadi “lebih efektif” dan memungkinkannya untuk menggunakan jet tempur, helikopter, dan pesawat terbang lainnya dengan lebih baik.
Parly juga mengatakan dalam jangka panjang, Prancis juga bekerja sama dengan Jerman, Italia dan Spanyol untuk mengembangkan pesawat tak berawak sendiri.
Masalah drone bersenjata telah lama sensitif di Prancis, di mana beberapa kritikus menyatakan kekhawatiran tentang pilot yang beroperasi pada jarak yang jauh dari medan perang.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh senator Prancis awal tahun ini menyimpulkan bahwa pesawat tak berawak sekarang “berada di jantung semua alat operasional” dalam perang melawan terorisme di luar negeri.
Laporan tersebut mengatakan bahwa banyak negara telah menggunakan drone bersenjata, termasuk Amerika Serikat, Israel, Inggris, Italia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, Iran, Pakistan dan Turki.
Baca juga:
MQ-9 Block 5 Debut Tempur, Apa Bedanya dengan Reaper Sebelumnya?