Militer Filipina Hadapi Perlawanan Sengit Perempuan dan Anak-Anak Merawi

Militer Filipina Hadapi Perlawanan Sengit Perempuan dan Anak-Anak Merawi

Tentara Filipina  mengatakan harus menghadapi perlawanan bersenjata dari perempuan dan anak-anak dalam pertempuran Marawi yang telah berlangsung 100 hari lebih melawan kelompok bersenjata yang mengaku berafiliasi dengan ISIS.

“Kami sudah maju di tahap akhir gerakan militer dan memperkirakan pertempuran lebih sengit sekaligus berdarah, mungkin akan jatuh lebih banyak korban mengingat musuh mulai putus asa,” kata Letnan Jenderal Carlito Galvez, yang mengepalai militer di kawasan Mindanao Barat Senin 4 September 2017.

Dia mengatakan bahwa jumlah petempur di pihak gerilyawan mengecil. Namun demikian, anak-anak dan perempuan, yang mungkin berasal dari keluarga gerilyawan, mulai terlibat dalam pertempuran.

“Pasukan kami di lapangan melihat perempuan dan anak-anak menembaki tentara. Itu sebabnya, mereka seperti masih punya banyak orang,” kata dia.

Lebih dari 800 orang telah tewas dalam operasi pembebasan Marawi sejak 23 Mei lalu. Operasi militer itu merupakan tantangan keamanan terbesar dalam beberapa tahun terakhir di Filipina  meski sejarah konflik sudah lama berlangsung di Mindanao, sebuah pulau berpenduduk 22 juta yang sejak akhir tahun lalu harus menjalani kehidupan di bawah undang-undang darurat.

Pertempuran yang berkepanjangan di Marawi telah memunculkan kekhawatiran akan terbentuknya sebuah aliansi gerilyawan di kawasan Asia Tenggara yang terorganisir, punya dana tetap, dan persenjataan memadai.

Dengan mengutip keterangan dari empat tawanan, yang berhasil melarikan diri dari gerilyawan, Galvez mengatakan bahwa ada sekitar 56 tawanan lain –yang sebagian besar perempuan. Selain itu, sekitar 80 warga laki-laki dipaksa untuk turut mengangkat senjata.

Operasi militer di Marawi kini terkonsentrasi di sebuah area kecil sekitar sebuah masjid seluas seperempat kilometer persegi. Galvez mengatakan bahwa pasukannya berhasil membebaskan 35 bangunan setiap harinya.

Dengan tingkat kemajuan ini, diperkirakan butuh waktu tiga pekan sebelum Marawi benar-benar dalam penguasaan pemerintah.

Rumah dan bangunan yang rusak terlihat bersamaan dengan serangan tentara pemerintah pada hari ke-105 operasi pembebasan Marawi.

Pada Senin, aksi baku tembak  dan ledakan bom terus terdengar di kota yang berdampingan dengan sebuah danau tersebut.

Sejumlah helikopter berputar di udara untuk memberikan perlindungan kepada pasukan darat, sementara asap tebal naik ke langit bersamaan dengan jatuhnya sejumlah bom di wilayah gerilyawan.

Galvez mengaku telah menerima informasi intelejen yang mengindikasikan tewasnya komandan militer musuh, Abdullah Maute, pada bulan lalu akibat serangan udara.

“Hingga kini, belum ada kepastian 100 persen, namun ini sudah cukup untuk mengasumsikan dia sudah tewas,” kata dia.