Meski banyak ahli berpendapat bahwa ukuran, kekuatan senjata, supremasi udara dan teknologi NATO pada akhirnya akan unggul dengan Rusia, yang tidak boleh dilupakan adalah studi Rand yang dirilis lebih dari setahun yang lalu dimana menggambarkan NATO akan masuk dalam situasi mengerikan jika Rusia menyerang negara-negara Baltik.
Studi Rand menyakini struktur pasukan NATO di Eropa Timur dalam beberapa tahun terakhir tidak akan dapat menahan invasi Rusia ke negara tetangga Latvia, Lithuania dan Estonia.
Setelah melakukan rangkaian lengkap wargames dimana pasukan “merah” (Rusia) dan “biru” (NATO) terlibat dalam berbagai skenario perang di negara-negara Baltik, sebuah studi Rand Corporation yang berjudul “Reinforcing Deterrence on Pike Timur NATO” menentukan bahwa pertahanan NATO yang sukses di wilayah ini akan membutuhkan angkatan udara yang jauh lebih besar daripada yang ada saat ini.
Secara khusus, penelitian tersebut meminta strategi NATO yang serupa dengan doktrin “AirLand Battle” era Perang Dingin dari tahun 1980an. Selama masa ini, Angkatan Bersenjata Amerika menempatkan beberapa ratus ribu tentara di Eropa sebagai strategi untuk mencegah invasi Rusia. Pejabat Angkatan Darat Amerika mengatakan kepada Scout Warrior saat ini ada 30.000 tentara mereka di Eropa.
Studi Rand meyakini bahwa, tanpa kekuatan seukuran setidaknya tujuh brigade, senjata dan dukungan udara yang melindungi Eropa Timur, Rusia akan membanjiri negara-negara Baltik hanya dalam waktu 60 jam.
“AirLand Battle” adalah konsep perang tempur strategis yang diikuti oleh amerika dan pasukan sekutu selama Perang Dingin. Konsep ini antara lain bergantung pada koordinasi yang tepat antara manuver dengan kekuatan darat dan pesawat terbang yang hebat.
Sebagai bagian dari pendekatan tersebut, serangan udara akan berusaha melemahkan aset musuh yang mendukung pasukan musuh garis depan dengan mengebom elemen pasokan di belakang. Sebagai bagian dari integrasi ground-ground, kekuatan darat konvensional yang besar kemudian bisa lebih mudah bergerak melalui area front line musuh yang terdepan.
Serangan cepat di wilayah Baltik akan meninggalkan NATO dengan beberapa opsi menarik, termasuk serangan balik besar-besaran tetapi berisiko, mengancam opsi senjata nuklir atau mengizinkan Rusia untuk mencaplok negara-negara tersebut.
Salah satu pilihan terbatas yang dikutip dalam penelitian ini membutuhkan waktu lama untuk memobilisasi dan menerapkan kekuatan serangan balasan besar-besaran yang kemungkinan akan menghasilkan pertempuran mematikan.
Kemungkinan lain adalah mengancam opsi nuklir, sebuah skenario yang tampaknya tidak realistis mengingat itu juga memunculkan risiko pembalasan luar biasa.
Pilihan ketiga dan terakhir, menurut laporan tersebut, hanya akan menjadikan negara-negara Baltik dan membenamkan aliansi ke dalam postur perang Dingin yang jauh lebih intens. Pilihan semacam itu tentu saja tidak disuka oleh banyak penduduk di negara-negara tersebut dan justru akan melemahkan NATO serta memungkinkan terjadinya perpecahan antara anggota aliansi.
“Simulasi menunjukkan bahwa kekuatan sekitar tujuh brigade, termasuk tiga brigade lapis baja berat – yang secara memadai didukung oleh kekuatan udara, senjata berbasis darat, dan senjata lain di lapangan dan kesiapan berperang – cukup bisa mencegah penyerbuan yang cepat ke negara-negara Baltik, “tulis penelitian tersebut.
Dari berbagai skenario yang dieksplorasi untuk wargame, disimpulkan bahwa perlawanan NATO akan segera dibanjiri dengan tidak adanya postur kekuatan pertahanan yang besar.
“Tidak adanya pertahanan udara jarak pendek di unit Amerika dan pertahanan minimal di unit NATO lainnya, berarti bahwa banyak dari serangan ini hanya mendapat perlawanan dari patroli tempur NATO, yang jumlahnay terbatas. Hasilnya adalah kerugian besar bagi beberapa batalyon Biru (NATO) dan terganggunya serangan balik, ” kata studi tersebut.
Latvia, Lithuania dan Estonia kemungkinan besar adalah target Rusia karena ketiga negara tersebut berada dekat dengan Rusia dan juga merupakan bekas Uni Soviet.
“Juga seperti Ukraina, Estonia dan Latvia merupakan rumah bagi populasi etnis Rusia yang cukup besar yang tidak terintegrasi ke dalam arus utama politik dan sosial pasca-kemerdekaan kedua negara dan yang memberi Rusia pembenaran diri untuk campur tangan dalam urusan Estonia dan Latvia, ” Studi tersebut menjelaskan.
Studi Rand mempertahankan bahwa, meski mahal, menambahkan brigade akan menjadi usaha yang layak bagi NATO.