Kapal selam nuklir Amerika, USS Narwhal (SSN-671) dibuat kebingungan. Badai besar akan segera menerjang kawasan tempat dia ditambatkan.
Sebagian kapal lain telah bergerak ke lautan untuk mencari aman, tetapi kapal selam nuklir ke-100 milik Amerika itu tidak bisa ke mana-mana karena sedang menjalani perawatan. Setelah melalui kondisi sulit, kapal selam terpaksa menyelam di sungai meski tidak memiliki daya listrik.
Tetapi peristiwa itu terjadi pada September 1989 lalu, ketika Badai Hugo menderu ke arah pesisir tenggara Amerika. Orang-orang bergegas untuk mempersiapkan kedatangan badai, termasuk Angkatan Laut Amerika di Pangkalan Angkatan Laut Charleston di South Carolina.
Hugo kemudian mendarat di South Carolina pada tanggal 22 September sebagai badai kelas empat disertai hujand eras di sepanjang pantai. Awak Narwhal berada di kapal selam, yang reaktor nuklirnya sedang offline karena sedang menunggu giliran di dok kering untuk pengisian bahan bakar dan perombakan yang kompleks, saat pusat badai mendekati pangkalan tersebut.
Garis tambat Narwhal diperkuat saat persiapan kedatangan badai. Dua baja tiga inci dan sembilan kabel baja digunakan sebagai penguat dan seharusnya bisa menahan kapal selam sepanjang 314 kaki di tempatnya, tetapi saat paruh pertama badai melanda, semua penguat itu putus kecuali satu besi baja hingga selam itu mulai hanyut ke Sungai Cooper.
Saat badai pertama berlalu, awak kapal tunda dan kru Narwhal mencoba untuk menahan gerak kapal selam agar tidak hanyut, namun angin dan arusnya terlalu kuat.
Kemudian badai paruh kedua pun mendekat. Komandan Narwhal menghadapi pilihan sulit. Membiarkan kapal selam nuklir terus hanyut karena dibawa angindan arus atau membuat keputusan tak terpikirkan, dengan menyelam di tengah sungai.
Tanpa bahan bakar diesel dan reaktor yang mati, hanya berjalan dengan daya baterai, alarm selam terdengar dan kru Narwhal mengeksekusi perintah mereka, menjatuhkan jangkar, membanjiri tangki pemberat kapal selam dan menenggelamkan ke dasar sungai.
Hanya bagian layar kapal selam dan tiang-tiangnya yang masih mencuat di permukaan. Para awak kapal duduk di kapal selam hanya dengan penerangan darurat untuk menunggu badai, dan menyaksikan angin topan 150mph melalui periskop kapal selam.
Keputusan berani sang kapten berhasil, perlu beberapa saat keesokan paginya untuk menggeluarkan kapal agar keluar dari lumpur dan naik kembali, tapi Narwhal dan krunya keluar tanpa cedera. Kapal selam itu pun melanjutkan pengisian bahan bakar dan reparasi dan melayani satu dekade lagi sebagai bagian dari kariernya selama 30 tahun.