Tepat 60 tahun yang lalu rudal balistik antarbenua (ICBM) pertama di dunia melesat ke langit dari kosmodrome Baikonur Soviet. Ini adalah langkah pertama dalam upaya menciptakan perisai nuklir Rusia.
“Perancang R-7 [oleh NATO disebut sebagai SS-6 Sapwood] berhasil meluncurkan rudal pada percobaan ketiga pada 21 Agustus 1957, roket menempuh jarak 5.600 kilometer [3,480 mi] dan mengirim hulu ledak ke wilayah Kura, ” tulis Alexander Khrolenko, wartawan militer di Ria Novosti.
“Enam hari kemudian, Uni Soviet secara resmi mengumumkan bahwa mereka memiliki ICBM operasional, setahun lebih awal dari Amerika Serikat,” tambah Khrolenko, “Dengan demikian, Uni Soviet secara dramatis memperluas perimeter keamanannya.”
Namun, Uni Soviet dan diteruskan Federasi Rusia, terus bergerak maju dan memperbaiki perisai nuklirnya. Saat ini, Rusia mengandalkan rudal IC-RM 36M2 Vnevoda (SS-18 Mod 5) yang mampu membawa 10 unit tempur berkapasitas 170 kiloton dan dapat menempuh jarak hingga 15.000 kilometer (9.320 mi).
Tapi bukan itu saja. Algoritma ICBM untuk penggunaan tempur telah diperbaiki. Selain itu, sistem pencegah nuklir yang terdiri dari kaki darat, laut dan udara telah menjadi semakin rumit.
Khrolenko menegaskan saat ini, triad nuklir Rusia menjamin pemusnahan agresor potensial dalam situasi apapun.
“Rusia mampu meluncurkan serangan nuklir pembalasan bahkan jika terjadi kematian pemimpin puncak negara tersebut,” ia menjelaskan, mengacu pada Perimeter System yang dikenal sebagai Dead Hand, yang dikembangkan di Uni Soviet awal 1970-an.
Konsep tersebut muncul sebagai tanggapan terhadap doktrin strategis Amerika yang dikenal sebagai “Decapitation Strike” yang bertujuan menghancurkan kepemimpinan negara lawan untuk menurunkan kapasitasnya dalam pembalasan nuklir.
“Sistem ini menduplikasi fungsi dari sebuah pos komando yang secara otomatis memicu peluncuran rudal nuklir Rusia jika kepemimpinan negara tersebut dihancurkan oleh serangan nuklir,” kata Leonid Ivashov, Presiden the Academy of Geopolitical Problems dalam wawancaranya dengan koran Rusia Vzglyad.
Sistem Perimeter mengambil tugas tempur pada bulan Januari 1985 dan di tahun-tahun berikutnya sistem pertahanan telah memastikan keamanan negara, memantau situasi dan mempertahankan kontrol atas ribuan hulu ledak nuklirnya.
Lalu, bagaimana sistem kerjanya?
“Ketika bertugas, pusat kontrol stasioner dan [sistem] mobile menilai aktivitas seismik, tingkat radiasi, tekanan udara dan suhu; memantau frekuensi radio militer dan intensitas komunikasi serta terus mencermati data sistem peringatan dini rudal, “Khrolenko menjelaskan.
Setelah menganalisis data ini dan data lainnya, sistem dapat secara otonom membuat keputusan untuk melakukan serangan balas dendam jika pemimpin negara tidak dapat mengaktifkan unit tempur.
“Setelah mendeteksi tanda-tanda serangan nuklir, sistem perimeter mengirim permintaan kepada Kepala Staf Umum,” wartawan tersebut menjelaskan.
Namun, jika lini Staf Umum sudah mati hingga tidak bisa merespons, Sistem Perimeter akan segera meminta sistem kendali rudal “Kazbek”. Jika “Kazbek” juga tidak merespons, sistem kontrol dan komando otonom Perimeter yang didasarkan pada perangkat lunak kecerdasan buatan akan membuat keputusan untuk melakukan pembalasan.
“Sistem Perimter bisa secara akurat ‘mengerti’ bahwa waktunya telah tiba,” kata Khrolenko, menekankan bahwa tidak ada cara untuk menetralisir, mematikan atau menghancurkan sistem Perimeter.
“Bukan suatu kebetulan bahwa analis militer Barat menyebut sistem ‘Dead Hand,” tambah wartawan tersebut.
Setelah berakhirnya Perang Dingin, “mesin kiamat” Rusia dikeluarkan dari tugas tempur pada tahun 1995.
“Namun Amerika Serikat dan sekutunya tidak menghargai isyarat baik dari kepemimpinan Federasi Rusia ini, dan mulai secara aktif menciptakan dunia ‘eksklusivitas Amerika’, dengan NATO melanjutkan untuk bergerak mendekati perbatasan Rusia,” tegas Khrolenko.
Dengan demikian, pada bulan Desember 2011 Komandan Pasukan Rudal Strategis Rusia, Sergei Karakaev, mengumumkan dalam sebuah wawancara dengan Komsomolskaya Pravda bahwa sistem Perimeter telah kembali dibangkitkan dan aktif kembali.
“Perlu disebutkan bahwa Rusia juga memiliki Oceanic Multi-Purpose Status-6 System yang dilengkapi dengan hulu ledak dengan kapasitas 100 megaton dan, mungkin, banyak sistem lain yang tidak diketahui oleh masyarakat umum,” Khrolenko menyimpulkan.