Pada 12 Agustus 2017 lalu, Rusia membuat sebuah langkah dengan mengungkapkan pesawat perang elektronik atau electronic warfare (EW) pasca-Perang Dingin mereka.
Pesawat ini disebut sebagai Il-22PP dan digambarkan sebagai pesaswat jammer elektronik atau airborne electronic jammer yang bisa mendeteksi dan memblokir segala macam sinyal terutama digital (seperti Link 16) yang digunakan oleh pesawat tempur barat dan radar seperti pesawat AWACS.
Il-22PP juga digambarkan mampu melindungi diri dari rudal anti-radiasi, seperti AGM-88 Amerika. Pertahanan yang paling utama adalah banyaknya dispenser sekam, namun Rusia juga menyiratkan bahwa pertahanan elektroniknya sangat hebat.
Pada saat yang sama pejabat Rusia mengatakan Il-22PP adalah model uji pesawat yang lebih maju yang akan didasarkan pada transportasi modern seperti An-140.
Il-22PP diumumkan pada akhir 2016 ketika Angkatan Udara Rusia mengatakan telah menerima tiga dari mereka. Il-22PP didasarkan pada Il-18D, yang merupakan pesawat terbang yang sering dikonversi menjadi Il-20 maritime and ELINT surveillance atau Il-38 ASW (anti-submarine warfare) aircraft.
Il-20 terlihat di Suriah pada akhir tahun 2015 namun tampaknya tidak tinggal lama. Sebagian besar dari 700 Il-18 yang dibangun antara tahun 1957 dan 1985 berfungsi sebagai pesawat angkut dan lebih dari seratus masih beroperasi.
Pesawat dasar ini memiliki bobot 65 ton, pesawat empat mesin turboprop dengan kecepatan maksimal 675 kilometer per jam (625 untuk jelajah). Bisa membawa 125 penumpang dan kru atau 12 ton kargo. Daya tahan maksimal sepuluh jam tapi dalam durasi rata-rata pelayanan reguler rata-rata di bawah enam jam.
Electronic warfare and surveillance aircraft berbasis Il-18 secara memadai cukup bagus, namun pesawat ASW 38-Il tidak pernah bisa mengimbangi P-3 Amerika. Ini diketahui karena India sebagia pengguna kerap mengeluh dengan kinerja buruk di Il-38, meski setelah mereka mendapatkan pembaruan akhir 1990-an. India kemudian memilih beralih ke P-8 Amerika (pengganti P-3).
Sejak akhir 2015, Rusia telah mengungkapkan (kepada publik) adanya pesawat perang elektronik pasca-Perang Dingin lainnya dengan menggunakan mereka di Suriah atau di atas Ukraina. Yang paling menonjol adalah Tu-214R yang muncul di Suriah pada awal tahun 2016.
Ini adalah upaya mengimbangi RC-135 Rivet Joint Amerika. Pesawat ini dapat mengumpulkan berbagai macam sinyal elektronik di suatu daerah, dan menganalisa dengan cepat serta bertindak (seperti menggunakan jammers onboard).
Upaya analisis adalah mencari pola. Musuh di bawah ini meninggalkan sinyal elektronik (ponsel, walkie-talkie) atau secara visual (gambar yang diambil di kamera pengintai). Menggunakan alat dan analitik yang tepat (perangkat lunak dan komputer) dan Anda dapat dengan cepat menemukan dari mana asal komunikasi dan meminta pasukan darat segera melakukan serangan.
Pekerjaan semacam ini sangat populer di kalangan awak RC-135 yang membawa sekitar 30 awak pesawat dan teknisi dan telah malang melintang di Irak, Afghanistan dan di tempat lain.
Selain itu, pekerjaan paling produktif dilakukan pada misi malam hari ketika orang tidak bisa melihat keberadaannya.

Rusia dan China mempelajari penggunaan RC-135 di Irak dan Afghanistan dan tanggapan Rusia adalah dua Tu-214R. Pesawat ini menyelesaikan pengujian mereka selama tahun 2015 dan di Suriah mereka mendapatkan pengalaman tempur pertamanya.
Hal ini memungkinkan Amerika Serikat dan Israel untuk memantau tindakan Tu-214R dan ternyata tidak ada yang sangat mengesankan tentang pesawat itu.
Rusia belum menyebutkan pengiriman Il-22PP ke Suriah. Rusia telah mengirim sistem jamming pasca-Perang Dingin ke Suriah. Yang paling menonjol adalah truk yang dipasang Krasukha-4 ELINT / Jammer dengan kemampuan yang serupa dengan yang disebutkan untuk Il-22PP.
Sistem pemantauan pasif Krasukha -4 ternyata digunakan tapi jammer, dengan jarak tempuh 250 kilometer, ternyata tidak. Artinya, Rusia masih harus berjuang keras untuk bisa mengimbangi RC-135.
Baca juga: