Pada awal 2020-an, Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Pasifik berencana untuk memiliki lebih dari 100 jet tempur siluman F-35 yang ditempatkan di dekat Korea Utara. Marine Fighter Attack Squadron 121, the “Green Knights,” adalah skuadron F-35 yang pertama dikirim ke teater Pasifik.
Mereka saat ini dikerahkan ke Marine Corps Air Station Iwakuni di Jepang, dan jet tersebut berpartisipasi dalam latihan di Korea Selatan pada bulan Maret.
Lusinan skuadron F-35 akan mengikuti. Angkatan Udara Amerika sedang mempersiapkan pangkalan F-35A dari Skuadron Tempur ke-34 dari Hill AFB, Utah, di wilayah Pasifik dalam beberapa bulan mendatang.
Aviation Week melaporkan Jepang akan menerima 38 dari 42 F-35 yang mereka rencanakan untuk dibeli dimulai tahun ini. Sementera pengiriman F-35 ke Korea Selatan akan dimulai tahun depan, karena pesawat pertama Korea Selatan baru saja memasuki jalur perakitan Lockheed Martin di Fort Worth, Texas.
F-35 Lightning II dengan kemampuan siluman serta kecepatan tertinggi sekitar 1.6 Mach, berada di luar kemampuan Korea Utara untuk melawan.
Aviation Week menulis tanpa bantuan dari China atau Rusia, Korea Utara tidak akan mampu bertahan melawan gelombang Joint Strike Fighter, yang akan digunakan untuk membersihkan udara dari jet lawan, memburu peluncur rudal, dan melindungi pasukan darat yang bergerak maju.
Jet stealth hampir tidak bisa dilawan oleh persenjataan Pyongyang yang rata-rata usang dan diperkuat dengan radar dan serta rudal darat ke udara bekas Soviet serta yang dikembangkan sendiri.
Korea Utara memang memiliki kekuatan angkatan darat terbesar keempat di dunia jika dilihat dari jumlah personil aktif. Pyongyang ada di bawah China, India, dan Amerika Serikat. Sementara Rusia berada di peringkat 5 dalam peringkat ini.
Namun negara tersebut secara konsisten tergelincir jauuh di bawah perkembangan teknologi peperangan konvensional, seperti angkatan udara yang canggih dan stasiun pertahanan udara permukaan yang memadahi, sejak akhir Perang Korea.
Untuk mengimbangi, Pyongyang telah banyak berinvestasi dalam program senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bisa mengantarkan hulu ledak nuklir ke sasaran yang jauh.
Angkatan udara Korea Utara diperkuat terutama oleh jet tempur China dan Soviet yang sudah tua dan Korea Utara mempertahankan berbagai rudal, termasuk rudal permukaan ke udara S-200. Sistem radar dan pelacakan negara tersebut bagaimanapun akan sulit untuk menargetkan jet tempur canggih terutama dengan kemapuan siluman.
Korea Selatan, di sisi lain, mengoperasikan varian pesawat F-15 dan F-16, serta pesawat tempur Northrop F-5 dan pelatih supersonik T-50 yang dapat dilengkapi untuk serangan ringan.
Di Jepang, Mitsubishi Heavy Industries membangun varian F-15 dan F-16 sendiri yang dikenal sebagai F-2, dan Angkatan Udara telah menerima F-35A pertamanya. Angkatan Udara Amerika juga memiliki sayap tempur terbesar yang ditempatkan di Pangkalan Udara Kadena, Okinawa, Jepang, termasuk beberapa skuadron F-15.
Korea Utara, terus mengandalkan program senjata nuklirnya untuk mengancam pasukan koalisi di Pasifik. Korea Utara diperkirakan memiliki 30-60 hulu ledak nuklir dan meningkatkan kemampuan rudal balistik, seperti rudal dua tahap Hwasong-14 yang diluncurkan dua kali pada bulan Juli.
“Korea Utara tidak dapat melihat pesawat [F-35] tersebut ke udara. Mereka tidak dapat menembak jatuh dengan kemampuan permukaan ke udara, sehingga mendorong mereka untuk mengatakan, ‘Kami harus menghancurkan pesawat tersebut Saat mereka berada di lapangan,” kata Bruce Bennett, pakar Rand Corporation di teater Pasifik, kepada Aviation Week Kamis 17 Agustus 2017.
“Itu membuat mereka berpikir tentang penggunaan rudal dan senjata berpotensi nuklir atau muatan lainnya untuk menyerang lapangan udara utama guna mencoba menetralisir ancaman tersebut. Kedua belah pihak memiliki dorongan untuk melangkah lebih dulu.”
Baca juga: