Saat kekuatan nuklir antara Korea Utara dan Amerika Serikat saling gertak yang meningkatkan suhu dunia, diam-diam di punggung Gunung Himalaya yang dingin dan terpencil sebuah potensi konflik dengan risiko sangat tinggi terjadi.
Selama dua bulan terakhir, tentara India dan China berhadapan di sebuah dataran tinggi di Himalaya dengan posisi yang sangat dekat dan tegang. Situasi ini didorong oleh langkah militer China membangun sebuah jalan ke wilayah yang diklaim oleh sekutu dekat India, Bhutan.
India telah meminta agar kedua belah pihak mundur, dan menteri luar negerinya mengatakan di Parlemen bahwa perselisihan tersebut dapat diselesaikan hanya melalui dialog.
Namun China dengan keras membela hak yang mereka klaim untuk membangun sebuah jalan di wilayah Doklam, yang juga diklaim sebagai miliknya.
Sejak perselisihan tersebut dimulai, Kementerian Luar Negeri China hampir setiap hari mengeluarkan pernyataan yang menuduh India melakukan “pelanggaran ilegal” dan “kecerobohannya.” Beijing juga tuntutan bahwa New Delhi menarik tentaranya “jika mereka menghargai kedamaian.”
Ketegangan dan bentrokan antara kedua negara telah lama terjadi perbatasan India dan China yang membentang dengan panjang 2.220 mil. Sebagian besar perbatasan tersebut masih dalam sengketa walaupun militer masing-masing tidak melepaskan tembakan satu sama lain dalam setengah abad terakhir.
Analis mengatakan bahwa perselisihan terbaru ini lebih mengkhawatirkan karena terjadi pada saat hubungan antara kedua kekuatan senjata nuklir menurun, dengan China membingkai masalah tersebut sebagai ancaman langsung terhadap integritas teritorialnya. Untuk pertama kalinya, konflik semacam itu melibatkan negara ketiga – sebuah kerajaan kecil di Himalaya, Bhutan.

Para analis menyebut potensi bentrokan berbahaya di tempat lain di perbatasan pegunungan yang terjal tetap nyata. Patroli India dan China berhimpitan satu sama lain dan sempat adu jotos pada Selasa 15 Agustus 2017 pagi di sebuah danau di wilayah Ladakh di negara bagian India, Jammu dan Kashmir.
“Ini akan sangat bisa meningkatkakn eskalasi,” kata Shashank Joshi, analis dari Royal United Services Institute di London. “Ini adalah krisis paling serius dalam hubungan India-China selama 30 tahun.”
Kebuntuan tersebut juga mencerminkan sebuah kontes geopolitik yang meluas antara negara-negara terpadat di Asia. Seiring China membentengi pulau-pulau di Laut China Selatan dan memberikan pengaruhnya melalui proyek-proyek infrastruktur yang ambisius di seluruh benua, dominasinya urusan Asia semakin berkembang, seperti keengganannya untuk menyangi pesaing. India dipandang oleh beberapa orang sebagai penyeimbang terakhir.
“Tantangan yang paling signifikan India berasal dari bangkitnya China, dan tidak ada keraguan dalam pikiran saya bahwa China akan berusaha untuk mempersempit ruang strategis India dengan menembus lingkungan India sendiri. Inilah yang kita lihat terjadi, ” kata mantan Menteri Luar Negeri India Shyam Saran baru-baru ini di sebuah acara di New Delhi.
Insiden tersebut dimulai pada pertengahan Juni, ketika seorang kru dari Tentara Pembebasan Rakyat, China, memasuki sebuah dataran tinggi terpencil – yang sebagian besar dihuni oleh para gembala Bhutan – dengan peralatan bergerak dan peralatan lainnya untuk membangun jalan.
Mereka dihadapkan pada patroli Angkatan Darat Kerajaan Bhutan; Tentara India berkemah di sana dua hari kemudian. India dan Bhutan – sebuah negara dengan jumlah di bawah 800.000 orang- telah lama memiliki hubungan khusus yang mencakup dukungan dan bantuan militer sebesar US$ 578 juta ke Bhutan.
India mengatakan bahwa jalan tersebut akan memindahkan pasukan China lebih dekat ke Koridor Siliguri yang penting di China, yang dikenal sebagai Chicken’s Neck, hamparan lahan sempit yang memisahkan timur laut India dari negara lain.
China menegaskan bahwa lebih dari 270 tentara perbatasan India, membawa senjata dan dua buldoser, “dengan cepat melintasi batas” dan maju sekitar 100 yard ke wilayah China.
Akar ketidakpercayaan antara kedua negara kembali ke keputusan India untuk melindungi Dalai Lama pada tahun 1959, ketika pemimpin spiritual tersebut melarikan diri dari Tibet saat sebuah pemberontakan di sana, dan invasi China selama perang perbatasan singkat pada tahun 1962.
Ada kemunduran hubungan setelah India menandatangani sebuah perjanjian kerja sama nuklir dengan Amerika Serikat pada tahun 2005.
Pada tahun 2014, Narendra Modi menjadi Perdana Menteri India yang paling pro-China sejak tahun 1962, yang tidak hanya ingin meniru kemajuan ekonomi China, namun juga untuk menarik investasi China.
Namun, dia mendapati kenyataan bahwa Presiden China Xi Jinping tidak dapat diandalkan sebagia mitra, karena China memblokir aplikasi India untuk bergabung dengan Nuclear Suppliers Group dan memblokir upaya untuk mengumumkan gerilyawan Masood Azhar Pakistan sebagai kelompok teroris di PBB.
Ketika inisiatif Belt and Road China menambahkan sebuah koridor ekonomi melalui bagian-bagian Kashmir yang dikelola Pakistan, sebuah wilayah yang diklaim India, ketegangan meningkat tajam. Modi melakukan sebuah pertemuan besar di Beijing.
Sementara itu, India membuat khawatir China dengan mengizinkan Dalai Lama mengunjungi sebuah biara Budha yang penting di negara bagian Arunachal Pradesh, India timur laut, tahun ini, sebuah wilayah yang diklaim Beijing merupakan bagian dari Tibet.
“India telah mentoleransi dan mendukung separatis Tibet, yang memungkinkan kelompok kemerdekaan Tibet membentuk ‘pemerintah pengasingan’ di India,” kata Long Xingchun, Direktur Pusat Studi India di China West Normal University di Nanchong.
Dua bulan kemudian, beberapa ratus tentara China dan India tetap berjongkok di dataran tinggi – dan ancaman kekerasan nyata muncul.