Setelah berminggu-minggu terus mengeluarkan gertakan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah menarik kembali ancamannya untuk menguji rudal balistik yang akan ditembakkan di lepas pantai wilayah Amerika di Guam.
Kantor berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA),Senin 14 Agustus 2017 melaporkan Kim Jong un telah menerima sebuah briefing tentang sebuah rencana untuk menyerang Guam. Pekan sebelumnya, Korea Utara mengancam akan melakukan uji rudal balistik jarak jauh Hwasong-12 (IRBM) yang diarahkan tidak jauh dari Guam.
Namun dalam sebuah pernyataan baru, Kim mengatakan bahwa Amerika “harus terlebih dahulu membuat keputusan yang tepat dan menunjukkan melalui tindakan jika mereka ingin mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea dan mencegah bentrokan militer yang berbahaya.”
Jika “tindakan bodoh dan bodoh dari Yankee berlanjut,” kata Kim, maka dia akan membuat keputusan “serius” untuk menghukum mereka. Karena itu, Washington harus “berpikir rasional dan membuat keputusan yang tepat untuk menghindari kehancuran.” Ini berarti bahwa ia tidak akan meluncurkan rudal kecuali jika diprovokasi.
Keputusan itu diambil setelah Badan Bea Cukai China mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan berpartisipasi dalam sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Korea Utara, termasuk larangan impor besi, bijih besi, timah, dan batubara. Sekitar 90 persen perdagangan Korea Utara adalah dengan China, yang berarti bahwa Beijing menjadi jalur ekonomi penting bagi Pyongyang.
Pernyataan Kim ini juga terjadi setelah komentar dari Menteri Pertahanan AS James Mattis, yang memperingatkan bahwa tindakan semacam itu bisa menjadi dorongan perang. “Jika mereka menembak kea rah Amerika Serikat, hal itu bisa meningkat dalam perang dengan sangat cepat,” kata Mattis Senin. “Itu disebut perang, jika mereka menembak kita. Anda tidak menembak orang-orang di dunia ini kecuali jika Anda ingin menanggung konsekuensinya.”
Korea Utara menunjukkan arah untuk setuju dengan solusi diplomatik terhadap krisis tersebut. Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho mengatakan pada hari Minggu bahwa dia ingin melakukan dialog dengan blok Amerika. Surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun melaporkan bahwa Korea Utara dapat meminta seorang pemimpin Jepang seperti presiden Shinzo Abe untuk menengahi antara Korea Utara dan Amerika.