Boleh saja Donald Trump mengancam akan menyerang Korea Utara dengan kemarahan yang dunia belum pernah melihatnya. Boleh saja Trump mengatakan senjata Amerika telah dikunci dan diisi dan siap melakukan serangan kapan saja. Tetapi faktanya, sampai saat ini tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan Washington akan menyerang Pyongyang.
Hampir tidak ada pergerakan militer yang mengarah ke Korea Utara kecuali pengiriman dua bomber B-1B Lancer dari Pangkalan Andersen di Guam ke Semenanjung Korea beberapa waktu lalu. Inipun juga sudah biasa karena selalu dilakukan ketika Korea Utara melakukan uji rudal.
Di luar itu tidak ada apapun kecuali saling ancam dan perang retorika. Tidak ada pesawat tanker yang diikuti jet-jet tempur Angkatan Udara Amerika, terutama F-22 yang melintasi Pasifik. Padahal jet tempur ini diyakini akan menjadi kunci jika Amerika memang akan menyerang Korea Utara.
Selain itu juga tidak ada kemampuan pertahanan rudal tambahan tidak dikirim ke wilayah tersebut dan unit tempur darat Marinir dan Angkatan Darat Amerika tidak dipanggil untuk menggelar pasukan mereka ke Semenanjung Korea guna menambah pasukan yang sudah ada di wilayah tersebut.
Tidak ada kapal, terutama kapal induk, yang diperintahkan untuk meninggalkan pangkalan mereka dan memulai perjalanan mereka ke pantai Korea. Bahkan kelompok tempur kapal induk USS Ronald Reagan masih berada di pelabuhan dekat Yokosuka, Jepang.
Pasukan Amerika yang sudah dikirim ke wilayah ini memang cukup besar untuk tujuan strategis dan defensif jangka panjang, dengan total sekitar 28.000. Namun untuk menghadapi perang sebenarnya, Amerika dipastikan akan menambah pasukan dan aset militernya. Itu artinya akan ada jumlah besar perangkat keras dan personil Akan mulai mengalir ke wilayah tersebut.
Semua ini menggarisbawahi bagaimana ancaman Trump hanyalah hampa dan nyaris tak terlihat. Dia bahkan tidak mendukung ancamannya dengan tipuan mempersiapkan pertempuran. Wajar jika kemudian banyak orang mengatakan Trump hanya berkoar-koar tanpa tindakan yang mendukung ancamannya. Jika hal seperti ini terus dilakukan, maka Korea Utara akan menjadi semakin meremehkan negara adidaya tersebut.
Sebaliknya, ancaman yang terus dikeluarkan akan mengganggu upaya politik untuk menyelesaikan krisis Korea Utara. Kementerian Luar Negeri Amerika terus mengatakan bahwa upaya diplomati tetap diutamakan dalam mengatasi masalah ini. Pyongyang, tentu akan merasa aneh jika upaya diplomatik diutamakan tetapi presidennya terus mengeluarkan ancaman.
Mungkin Trump berpikir bahwa dunia masih hidup dalam era informasi yang terbatas, di mana kebohongan bisa disimpan dalam waktu lama. Dan hal iini kembali diulang dengan mengancam akan melakukan tindakan militer ke Venezuela.