
Para peneliti memodelkan serangan rudal China terhadap pangkalan udara depan dalam dua skenario yakni invasi ke Taiwan dan kampanye untuk menduduki Kepulauan Spratly.
Dengan persediaan China rudal, kehandalan rudal dan akurasi China, ada atau tidak adanya pertahanan AS, maka China akan membuat sejumlah kerusakan pada pangkalan Amerika terutama dengan menyasar landasan pacu untuk menjadikan pesawat tidak bisa terbang.
Dua jenis serangan dimodelkan yakni dengan menargetkan landasan pacu dan pesawat yang diparkir di pangkalan udara sebagai target kedua.
Analisa pada kasus Taiwan fokus menggambarkan serangan akan dilakukan ke Pangkalan Udara Kadena, yang merupakan satu-satunya pangkalan udara utama AS dalam jangkauan unrefueled Selat Taiwan. Analisis menunjukkan bahwa China akan mampu untuk merusak Kadena selama empat sampai sepuluh hari pada tahun 2010. “Di tahun 2017, China mungkin akan mampu menjadikan Kadena tidak bisa beroperasi selama 16-43 hari,” tulis RAND.
Sementara dalam skenario Kepulauan Spratly. Seperti dalam kasus Taiwan, ancaman rudal China juga menjadi tantangan berat. Dalam skenario Kepulauan Spratly, basis AS di Guam dan Mindanao akan sama pentingnya dengan Kadena. Dasar tersebut memang jauh dari China.
Pada tahun 2010, serangan China pada dua pangkalan ini diperkirakan masih terbatas dengan menggunakan pembom yang menembak ALCM yang jumlahnya terbatas.
Tetapi yang harus dikhawatirkan China adalah penambahan kemampuan IRBM yang akan memberikan China kemampuan untuk menyerang pangkalan dengan efek yang lebih besar.