Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara pada Sabtu 5 Agustus 2017. Sanksi baru ini dapat memangkas sepertiga dari pendapatan ekspor tahunan Korea Utara sebesar US$3 miliar atau hampir Rp40 triliun.
Sanksi baru diberikan setelah Korea Utara melakukan uji coba rudal balistik antar benua. Sanksi baru PBB yang diprakarsai Amerika Serikat itu antara lain melarang Korea Utara mengekspor batu bara, besi, bijih besi, timah hitam, bijih timah, dan makanan laut Korea Utara.
Sanksi baru ini juga melarang negara-negara meningkatkan jumlah pekerja dari Korea Utara yang bekerja di luar negeri, melarang usaha patungan baru dengan Korea Utara dan investasi baru dalam usaha patungan saat ini.
“Kita seharusnya tidak membodohi diri kita sendiri dengan berpikir bahwa kita telah memecahkan masalah ini, tidak sedikitpun. Ancaman Korut tidak meninggalkan kita, bahkan tumbuh lebih cepat dan berbahaya,” kata Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley, Sabtu.
Menurut Haley, tindakan lebih lanjut diperlukan, Amerika Serikat akan mengambil tindakan defensif yang bijaksana untuk melindungi diri dan sekutu. Washington akan melanjutkan latihan militer gabungan tahunan dengan Korea Selatan.
Korea Utara menuduh Amerika Serikat dan Korea Selatan meningkatkan ketegangan dengan melakukan latihan militer. Sedangkan China dan Rusia mengecam pemasangan sistem pertahanan rudal THAAD di Korsel.
Duta Besar Cina untuk PBB Liu Jieyi menyerukan penghentian penempatan THAAD dan meminta peralatan apapun untuk dibongkar. Liu juga mendesak Korut untuk menghentikan tindakan yang mungkin akan meningkatkan ketegangan lebih lanjut.
Presiden Amerika Donald Trump memuji sanksi baru PBB kepada Korea Utara melalui dalam sebuah pesan Twitter pada Sabtu malam. “Dewan Keamanan PBB hanya memilih 15-0 untuk memberi sanksi kepada Korea Utara. China dan Rusia memberikan suara kepada kami, ini akan berdampak finansial yang sangat besar!”.