Surat Pangeran Puger dan Perang Tahta Jawa Pertama
Kraton Mataram Kota Gede

Surat Pangeran Puger dan Perang Tahta Jawa Pertama

Perang Perebutan Tahta Jawa Pertama yang terjadi pada tahun 1704-1708 merupakan salah satu konflik besar yang akhirnya mengubah peta kekuatan kerajaan Mataram. Pecahnya Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta diawali dari perang ini.

Perang ini tidak lepas dari sosok Pangeran Puger. Surat yang pernah dikirimkannya ke penguasa VOC kala itu disebut sebagai pemicu perang tahta jawa pertama.

Pangeran Puger adalah salah satu dari putra Raja Mataram  Susuhunan Amangkurat I (memerintah 1646-77) dan adik dari Susuhunan Amangkurat II (memerintah 1677-1703). Kerajaan ini didirikan oleh Panembahan Senapati dengan pusat kraton pertama di Kota Gede, Yogyakarta dan dipindah ke Plered Bantul pada era Sultan Agung.

Ketika surat ini ditulis, dia adalah paman dari penguasa muda Amangkurat III (memerintah 1703-1708) yang baru saja naik tahta menyusul kematian ayahandanya.

Surat ini merupakan salah satu dari sejumlah dokumen yang memicu terjadinya Perang Perebutan Tahta Jawa Pertama (1704-1708), yang membuka dilancarkannya intervensi militer VOC pertama di dalam kerajaan Jawa serta pelantikan Puger sebagai Susuhunan Pakubuwana I (memerintah 1704-1719).

Perkembangan tersebut mengubah garis ahli waris tahta dinasti Mataram. Selanjutnya,  para raja Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta merupakan keturunan dari Puger/Pakubuwana I.

Puger lahir sekitar 1648. Ketika Trunajaya mengambil alih istana Plered di akhir bulan Juni 1677, Amangkurat I bersama putra mahkotanya – yang tak lama kemudian naik tahta sebagai Amangkurat II – melarikan diri ke arah barat.

Dalam pelarian tersebut, Amangkurat I wafat dan dikebumikan di Tegal Wangi. Ketika itu sudah terjadi konflik antara Puger dan putra mahkota yang berusia hampir sama dengannya. Sebenarnyalah, terdapat sejumlah bukti bahwa di akhir hayatnya, Amangkurat I lebih memilih Puger ketimbang putra mahkota. Bagaimanapun juga, yang akhirnya memimpin perlawanan terakhir menyusul keraton ditaklukan oleh Turnajaya adalah Puger.

Puger juga melarikan diri ke arah barat menjauhi keraton yang telah jatuh ke tangan musuh, dan kemudian memproklamasikan dirinya sebagai raja. Dalam sejumlah dokumen sejarah Jawa, dia diberi berbagai gelar kerajaan seperti Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama, dan disapa dengan sebutan Panembahan.

Dalam sejumlah surat di masa itu, Puger menggunakan gelar Susuhunan. Bersama dengan dua saudaranya, pangeran Martasana (yang kemudian juga memakai berbagai gelar kerajaan) dan pangeran Singasari, Puger balik lagi ke Mataram dan merebut kembali keraton tua Plered, paling lambat di pertengahan bulan Oktober 1677

Ketika itu, dimulailah masa ketegangan yang berlangsung lama antara Puger – yang tinggal di keraton lama Plered dan memerintah sebagai seorang raja yang sah – melawan Amangkurat II yang mendirikan istana baru di Kartasura dan didukung oleh VOC.

Di bulan November 1680, kekuatan militer VOC dan Kartasura berhasil mengusir Puger bersama para pengikutnya keluar dari Plered. Akhirnya, VOC memberikan jaminan keselamatan kepada Puger yang kemudian menyerahkan diri kepada Amangkurat II di bulan November 1681.

Sepanjang masa kepemerintahan Amangkurat II hingga akhir hayatnya di tahun 1703, berulang kali terjadi masa-masa sulit antara dirinya dengan Puger termasuk dengan keluarga besar Puger dan bersamaan itu terjadi pula banyak konflik lain, persekongkolan serta sejumlah intrik di dalam keraton yang terpecah belah.

NEXT: PUGER MEMBERONTAK