Hubungan Amerika-Rusia serta hubungan Rusia dengan NATO telah mencapai titik rendah dalam beberapa tahun dan menjadi situasi paling tegang sejak Perang Dingin. Akibatnya, isu senjata nuklir telah kembali muncul ke permukaan.
Terbukti masalah ini telah menjadi deklarasi sangat serius, bahwa kedua pihak berlatih serangan nuklir terhadap satu sama lain. Misalnya, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg baru-baru ini merilis laporan tahunannya, yang mengklaim angkatan udara Rusia melakukan misi pelatihan pada 2013 dan benar-benar sebuah “simulasi serangan nuklir ” di Swedia.
Laporan itu juga mengungkapkan bahwa misi ini melibatkan pembom supersonik jarak jauh Tu-22М3 Backfire, di bawah perlindungan jet tempur Su-27. Sementara itu, anggota NATO Turki juga telah ada beberapa langkah dari perang dengan Rusia, yang tidak membuat situasi semakin rumit.
Dalam konteks ini mungkin menarik untuk mengevaluasi tentang kekuatan nuklir di Amerika Serikat dan Rusia. Bagaimana situasi ini mempengaruhi keseimbangan strategis, dan pihak dari mulai konflik? Dan prospek apa untuk pembangunan dua negara adidaya dengan kekuatan nuklir?
HULU LEDAK
New Start Treaty yang ditandatangani pada tanggal 8 April 2010, oleh Presiden Obama dan Medvedev untuk mengurangi jumlah masing-masing negara dari hulu ledak nuklir menjadi 1.550. Jumlah peluncur rudal balistik antarbenua (ICBM) dan pembom strategis berat terbatas pada 700. Menurut data yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri AS pada 1 April, kedua belah pihak berada di angka yang sudah mendekati perjanjian. Amerika Serikat memiliki 741 peluncur dilengkapi dengan 1.481 hulu ledak nuklir, sementara Rusia memiliki 521 peluncur dengan 1.735 hulu ledak nuklir. Perbedaannya tidak signifikan, dan tidak mempengaruhi keseimbangan strategis.
Rusia memiliki lebih sedikit peluncur saat ini, tapi yang harus dipertimbangkan adalah fakta bahwa ICBM membawa MIRV (multiple independently targetable reentry vehicles) memiliki jangkauan yang lebih luas dari penggunaan satu ICBM dapat membawa sampai sepuluh hulu ledak. Dalam hal ini Rusia justru lebih unggul karena memiliki lebih banyak hulu ledak nuklir.