Site icon

Mampukah Jepang Mendobrak Monopoli Jet Tempur?

Shinshin X-2

Jepang terus menguji jet tempur demonstrator enerasi kelima  X-2 . Sebuah langkah yang akan mendorong kebangkitan industri pesawat negara ini untuk menantang dominasi barat dalam bisnis pesawat tempur global. Hanya saja Jepang harus melewati banyak tantangan untuk bisa melakukan hal tersebut.

Jepang akan mencapai sesuatu yang tidak dilakukan sejak tahun 1940 yakni menerbangkan pesawat yang benar-benar diproduksi sendiri,

Dengan  X-2 Advanced Technology Demonstrator-Experimental (ATD-X), Jepang berusaha untuk kembali tampil dalam kontes jet tempur canggih yang sejak lama didominasi Amerika Serikat dan Eropa.

Sejak Perang Dunia II berakhir, beberapa negara  seperti AS, Uni Soviet / Rusia, Inggris, Prancis, dan Swedia  telah menguasai industri jet tempur global. Bahkan saat ini, mungkin 90 persen dari semua pesawat tempur yang diterbangkan oleh semua angkatan udara di dunia yang diproduksi oleh lima negara tersebut, atau didasarkan pada salinan pesawat mereka.

Banyak negara telah mencoba untuk menghancurkan monopoli ini. Argentina pada 1950-an, Mesir dan India pada tahun 1960, Israel dan Afrika Selatan pada 1980-an, dan iak ada yang sukses. HF-24 Marut India bahkan telah menjadi kegagalan spektakuler.

Saat ini beberapa negara Asia mencoba menantang dominasi Barat dengan sejumlah program jet tempur baru, yang hampir semuanya dijadwalkan akan masuk ke layanan antara 10-20 tahun mendatang.

India dan Korea Selatan telah membangun industri pesawat tempur dalam negeri. Tetapi kebanyakan yang dibangun adalah salinan jet tempur asing berlisensi. Keduanya memiliki rencana ambisius untuk merancang dan membangun pesawat tempur canggih secara mandiri, tapi masih jauh dari kata sukses.

India tertatih-tatih dengan Tejas. Korea yang menggandeng Indonesia juga menghadapi situasi sulit untuk membangun KF-X setelah sejumlah teknologi diblokir Amerika. Sejauh ini China dan Pakistan yang telah menerbangkan pesawat operasional buatan dalam negeri JF-17 yang itupun juga belum mendapat pembeli secara resmi.

China juga sedang berusaha membangun dua jet tempur generasi kelima J-20 dan J-31. Tetapi pesawat ini masih akan membutuhkan pembuktian dan lebih sering dituduh sebagai hasil karya contekan dari F-22 dan F-35 Amerika.

Namun demikian, keberadaan kedua program ini menunjukkan ambisi dan langkah-langkah agresif yang disiapkan China untuk mencakar jalan sampai ke barisan depan persaingan tempur jet.

NEXT: HARAPAN JEPANG

HARAPAN JEPANG

Akhirnya, Jepang datang. Selama beberapa dekade, Jepang adalah pemimpin Asia. Mereka adalah satu-satunya negara di Asia yang memiliki industri pesawat militer yang cukup besar sebelum Perang Dunia II. Selama tahun 1920 dan 1930-an Jepang menjadi pusat inovasi dan penemuan dalam teknologi penerbangan.

Pesawat Jepang juga menjadi salah satu yang terbaik di dunia pada eranya. Salah satu contoh jelas adalah A6M “Zero” yang sangat ditakuti. Hancur selama perang, Jepang menghabiskan puluhan tahun membangun kembali sektor kedirgantaraan.

Namun, bahkan untuk raksasa teknologi seperti Jepang, negara ini harus berjuang keas dan mengalami sejumlah kegagalan. Jepang telah beberapa kali mencoba dan gagal untuk mengembangkan pesawat sendiri, baik itu pesawat sipil atau militer.

Jet dalam negeri Jepang, F-2, akhirnya telah menjadi teknologi dan program buntu. Awalnya, diharapkan menjadi “Rising Sun” tetapi akhirnya tidak bisa berkembang termasuk untuk bisa masuk pasar global.

Dimulai pada 1980-an, F-2 diharapkan menggabungkan teknologi terbaru yang ditemukan di basis industri maju Jepang, termasuk penggunaan bahan komposit bukan logam dan radar elektronik array.

Namun, tekanan politik AS, bersama-sama dengan meningkatnya kesadaran bahwa jet tempur yang benar-benar asli adalah teknologi yang sulit, memaksa Jepang puas dengan desain hybrid yang dibangun dengan didasarkan pada F-16 AS, meskipun banyak dimodifikasi dan dioptimalkan untuk misi strike maritim.

Bahkan dengan program yang lebih sederhana daripada membangun pesawat sendiri dari nol ini pun terbukti menjadi tantangan berat bagi industri kedirgantaraan Jepang.

Masalah struktural, termasuk retak pada badan pesawat memaksa program mundur beberapa tahun dan hasilnya adalah pesawat yang sangat mahal, meski jauh lebih canggih daripada induknya F-16. Setiap pesawat menghabiskan biaya produksi sekitar tiga kali lipat dibanding F-16.

Akibatnya, rencana pengadaan pesawat pun dipangkas dari semula 200 hanya menjadi 130 dan dipotong lagi hanya menjadi 98 pesawat. F-2 terakhir disampaikan pada tahun 2011 dan setelah itu Jepang tidak lagi memproduksi pesawat tempur. Meskipun Jepang akan memperoleh F-35, tetapi akses ke teknologi ke pesawat ini akan sangat terbatas.

Hingga pada pertengahan 2000-an, industri pesawat terbang Jepang menghadapi krisis kepercayaan. Banyak dari mereka yang menjadi subkontrak untuk Boeing dan Airbus pada berbagai pesawat komersial, tetapi kenapa tidak mampu memproduksi pesawat sendiri.

Oleh karena itu, dalam dekade terakhir Jepang diam-diam bekerja pada sebuah pesawat tempur generasi kelima yaki, X-2 ATD-X. Sejauh ini, ATD-X telah menelan biaya sekitar 39,4 miliar Yen (sekitar Rp4,3 triliun). Pesawat sudah melakukan uji taxi dan kabarnya akan terbang perdana April ini.

Yang harus diingat, X-2 hanya demonstrator teknologi, bukan prototipe jet tempur baru. Ini adalah platform testbed untuk beberapa teknologi termasuk radar electronically scanned array generasi terbaru, multi-dimensional thrust vectoring, sebuah mesin low-bypass turbofan dalam negeri dan radar-absorbing composite materials.

Richard A. Bitzinger Senior Fellow and Coordinator of the Military Transformations Programme di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University, Singapura dalam tulisannya di Eurasia Review mengatakan produksi dari pesawat tempur “F-3”  yang didasarkan pada X-2 ATD-X, tidak akan dimulai sampai 2027.

Terlebih lagi, ada kemungkinan bahwa pesawat ini bisa berubah menjadi begitu mahal. Jika sampai satu F-3 akan mencapai biaya US $ 200 juta atau lebih per satu unitnya, Jepang mungkin akan angkat tangan.

Tetapi jika berhasil, ADT-X / F-3 bisa menggeser pusat gravitasi industri jet tempur dari Atlantik Utara menuju Asia-Pasifik. Jika Jepang memutuskan untuk memasarkan pesawat tempur ini untuk pelanggan di luar negeri maka F-3 akan secara serius bisa menantang dominasi Barat di sektor ini.

Tetapi itu tergantung pada keselarasan kosmik dari teknologi, ekonomi, dan politik yang besar dan rumt. Sebuah “harmonik konvergensi” yang tidak mmudah. Tetapi Jepang telah membuka harapan.

Baca juga:

Lebih dekat dengan X-2 Shinshin, Siluman Demonstrator Jepang

 

 

Exit mobile version