More

    Mampukah Jepang Mendobrak Monopoli Jet Tempur?

    on

    |

    views

    and

    comments

    HARAPAN JEPANG

    Akhirnya, Jepang datang. Selama beberapa dekade, Jepang adalah pemimpin Asia. Mereka adalah satu-satunya negara di Asia yang memiliki industri pesawat militer yang cukup besar sebelum Perang Dunia II. Selama tahun 1920 dan 1930-an Jepang menjadi pusat inovasi dan penemuan dalam teknologi penerbangan.

    Pesawat Jepang juga menjadi salah satu yang terbaik di dunia pada eranya. Salah satu contoh jelas adalah A6M “Zero” yang sangat ditakuti. Hancur selama perang, Jepang menghabiskan puluhan tahun membangun kembali sektor kedirgantaraan.

    Namun, bahkan untuk raksasa teknologi seperti Jepang, negara ini harus berjuang keas dan mengalami sejumlah kegagalan. Jepang telah beberapa kali mencoba dan gagal untuk mengembangkan pesawat sendiri, baik itu pesawat sipil atau militer.

    Jet dalam negeri Jepang, F-2, akhirnya telah menjadi teknologi dan program buntu. Awalnya, diharapkan menjadi “Rising Sun” tetapi akhirnya tidak bisa berkembang termasuk untuk bisa masuk pasar global.

    Dimulai pada 1980-an, F-2 diharapkan menggabungkan teknologi terbaru yang ditemukan di basis industri maju Jepang, termasuk penggunaan bahan komposit bukan logam dan radar elektronik array.

    Namun, tekanan politik AS, bersama-sama dengan meningkatnya kesadaran bahwa jet tempur yang benar-benar asli adalah teknologi yang sulit, memaksa Jepang puas dengan desain hybrid yang dibangun dengan didasarkan pada F-16 AS, meskipun banyak dimodifikasi dan dioptimalkan untuk misi strike maritim.

    Bahkan dengan program yang lebih sederhana daripada membangun pesawat sendiri dari nol ini pun terbukti menjadi tantangan berat bagi industri kedirgantaraan Jepang.

    Masalah struktural, termasuk retak pada badan pesawat memaksa program mundur beberapa tahun dan hasilnya adalah pesawat yang sangat mahal, meski jauh lebih canggih daripada induknya F-16. Setiap pesawat menghabiskan biaya produksi sekitar tiga kali lipat dibanding F-16.

    Akibatnya, rencana pengadaan pesawat pun dipangkas dari semula 200 hanya menjadi 130 dan dipotong lagi hanya menjadi 98 pesawat. F-2 terakhir disampaikan pada tahun 2011 dan setelah itu Jepang tidak lagi memproduksi pesawat tempur. Meskipun Jepang akan memperoleh F-35, tetapi akses ke teknologi ke pesawat ini akan sangat terbatas.

    Hingga pada pertengahan 2000-an, industri pesawat terbang Jepang menghadapi krisis kepercayaan. Banyak dari mereka yang menjadi subkontrak untuk Boeing dan Airbus pada berbagai pesawat komersial, tetapi kenapa tidak mampu memproduksi pesawat sendiri.

    Oleh karena itu, dalam dekade terakhir Jepang diam-diam bekerja pada sebuah pesawat tempur generasi kelima yaki, X-2 ATD-X. Sejauh ini, ATD-X telah menelan biaya sekitar 39,4 miliar Yen (sekitar Rp4,3 triliun). Pesawat sudah melakukan uji taxi dan kabarnya akan terbang perdana April ini.

    Yang harus diingat, X-2 hanya demonstrator teknologi, bukan prototipe jet tempur baru. Ini adalah platform testbed untuk beberapa teknologi termasuk radar electronically scanned array generasi terbaru, multi-dimensional thrust vectoring, sebuah mesin low-bypass turbofan dalam negeri dan radar-absorbing composite materials.

    Richard A. Bitzinger Senior Fellow and Coordinator of the Military Transformations Programme di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University, Singapura dalam tulisannya di Eurasia Review mengatakan produksi dari pesawat tempur “F-3”  yang didasarkan pada X-2 ATD-X, tidak akan dimulai sampai 2027.

    Terlebih lagi, ada kemungkinan bahwa pesawat ini bisa berubah menjadi begitu mahal. Jika sampai satu F-3 akan mencapai biaya US $ 200 juta atau lebih per satu unitnya, Jepang mungkin akan angkat tangan.

    Tetapi jika berhasil, ADT-X / F-3 bisa menggeser pusat gravitasi industri jet tempur dari Atlantik Utara menuju Asia-Pasifik. Jika Jepang memutuskan untuk memasarkan pesawat tempur ini untuk pelanggan di luar negeri maka F-3 akan secara serius bisa menantang dominasi Barat di sektor ini.

    Tetapi itu tergantung pada keselarasan kosmik dari teknologi, ekonomi, dan politik yang besar dan rumt. Sebuah “harmonik konvergensi” yang tidak mmudah. Tetapi Jepang telah membuka harapan.

    Baca juga:

    Lebih dekat dengan X-2 Shinshin, Siluman Demonstrator Jepang

     

     

    Share this
    Tags

    Must-read

    Sebagian Misi Kami Melawan Channel Maling Berhasil

    Sekitar 3 tahun Channel JejakTapak di Youtube ada. Misi pertama dari dibuatnya channel tersebut karena banyak naskah dari Jejaktapak.com dicuri oleh para channel militer...

    Rudal Israel dan Houhti Kejar-kejaran di Langit Tel Aviv

    https://www.youtube.com/watch?v=jkIJeT_aR5AKelompok Houthi Yaman secara mengejutkan melakukan serangan rudal balistik ke Israel. Serangan membuat ribuan warga Tel Aviv panic dan berlarian mencari tempat perlindungan. Serangan dilakukan...

    3 Gudang Senjata Besar Rusia Benar-Benar Berantakan

    Serangan drone Ukraina mengakibatkan tiga gudang penyimpanan amunisi Rusia benar-benar rusak parah. Jelas ini sebuah kerugian besar bagi Moskow. Serangan drone Ukraina menyasar dua gudang...

    Recent articles

    More like this