Dalam bertempur sejak Perang Dunia II, sebagian besar laki-laki dan perempuan dalam di Angkatan Darat tidak terlibat banyak dalam aksi pembunuhan.
Pekerjaan mereka adalah sama seperti rekan-rekan sipil mereka. Tugas infanteri untuk mencari dan membunuh musuh yang tentu saja dengan risiko tinggi.
Infantri Angkatan Darat dan Korps Marinir, bergabung dengan kelompok sangat kecil sebagai pasukan Operasi Khusus, terdiri dari sekitar 100.000 tentara, sekitar 5 persen dari berseragam pegawai Departemen Pertahanan.
Selama Perang Dunia II, 70 persen dari prajurit yang tewas adalah dari infanteri. Dan sejak itu proporsinya meningkat menjadi sekitar 80 persen. Mereka adalah kebanyakan yang yang bertahan hidup dengan bergantung pada senapan dan amunisi mereka.
Dalam pertempuran, seorang prajurit infanteri hidup selayaknya hewan. Hukum primal gigi dan taring menentukan apakah ia akan hidup atau mati.

Pertempuran di Afghanistan dan Irak memperjelas pelajaran infanteri maju ke zona pertempuran paling keras, lelah, bingung, lapar, dan menakutkan. Peralatan mereka kotor, rusak, atau usang.
Mereka mati disergap saat berpatroli, serangan penembak jitu, jebakan dan alat peledak improvisasi. Mereka mungkin hanya membutuhkan waktu sepersekian detik untuk mengangkat, membidik, dan menarik pelatuk sebelum musuh menembak. Kelangsungan hidup tergantung pada kemampuan untuk menewaskan lawan lebih cepat.
Setiap kesempatan yang hilang, betapapun kecilnya, berarti kematian. Ketika senjata macet, musuh yang sangat cepat akan menjadi kematian. Seorang tentara ketika latihan ditanamkan pemahaman bahwa senapannya adalah sahabatnya dan tiket untuk pulang ke rumah.
Jika kehidupan begitu banyak tergantung pada alat ini kenapa hanya diberi senjata enam pon komposit baja dan plastik seharga $ 1.000. ”Mengapa bisa negara terkaya di dunia memberikannya kepada mereka?”
Jawabannya adalah kompleks dan sederhana. M4, karabin standar yang digunakan oleh infantri saat ini, adalah versi yang lebih ringan dari senapan M16 yang membunuh begitu banyak tentara yang membawanya di Vietnam. (M16 masih juga digunakan secara luas saat ini).
Pada 13 Juli 2008, sembilan infanteri tewas ketika menghadapi serangan Taliban di sebuah pos tempur dekat desa di provinsi Nuristan Wanat Afghanistan.
Beberapa prajurit ini kemudian melaporkan bahwa di tengah-tengah pertempuran senjata mereka terlalu panas dan macet. Kisah Wanat mengingatkan pengalaman di Vietnam.
Pada kenyataannya, selain beberapa perubahan hiasan, senapan dari kedua perang ini hampir sama. M4 yang laras pendek membuat kurang efektif pada rentang panjang dibandingkan M16-an. Kelemahan yang sangat serius dalam pertempuran modern, yang semakin bersifat perang dengan jarak jauh.