MiG-29 Fulcrum berdiri di luar National Air and Space Intelligence Center di Ohio Wright-Patterson Air Force Base. Pesawat ini terkesan tidak terawat dan kotor. Tetapi sebenarnya pesawat ini memiliki sejarah tersendiri. Ibarat sebuah hadiah perang ketika Amerika memenangkan perang dingin dengan Soviet.
Pesawat yang dipajang tersebut adalah satu dari 17 MiG-29 milik AS yang dibeli dari bekas negara Soviet Moldova pada tahun 1997. Tetapi karena lemahnya pengawasan konfederasi pasca runtuhnya Soviet menjadi lemah hingga pesawat itu bisa dimiliki Amerika.
“Setiap negara manapun akan marah jika lawannya bisa menerima, mengevaluasi dan menguji senjata yang paling modern yang mereka buat,” kata sejarawan penerbangan yang berbasis di Moskow Sergey Isaev.
“Aku membayangkan betapa bahagianya Pentagon dan Gedung Putih kala itu. Dan betapa marahnya mereka jika Meksiko, misalnya, mencoba untuk menjual helikopter UH-60L Blackhawk untuk Federasi Rusia?”

Akuisisi ini memberikan kesempatan luas bagi analis Barat untuk mengoprek habis-habisan pesawat tersebut di sebuah fasilitas rahasia di pusat intelijen nasional ini. Setelah 20 tahun sejak pesawat ini diproduksi baru kali ini mereka bisa menganalisa secara langsung.
Sebelumnya Amerika hanya bisa mendapatkan MiG-15 yang merupakan nenek moyang MiG-29. Dan kala itu Amerika harus mengakui keunggulan teknologi pesawat Soviet.
Kali pertama komunitas intelijen Amerika hanya bisa mempelajari MiG-29 dari foto satelit pada bulan November 1977. Dari hanya melihat ukuran dan bentuk itu kemudian Amerika mengembangkan F-16 dan F/A-18.
“Hanya dengan melihat ukuran dan bentuk itu, sudah jelas bahwa Soviet mengembangkan mitra untuk kami F-16 dan F / A-18,” kata Benjamin Lambeth, penulis buku Russia’s Air Power in Crisis di Santa Monica, California.
“Dari semua berbagai sumber intelijen dan metode yang kami miliki untuk mengumpulkan informasi elektronik dan lainnya, pemerintah AS belajar cukup banyak tentang pesawat, dan itu jelas kami harus melakukan sesuatu.”