Beberapa waktu lalu pemerintah Trump melarang imigran atau pendatang dari tujuh negara dengan penduduk mayoritas muslim datang ke Amerika Serikat, meski aturan itu kemudian dibatalkan oleh pengadilan.
Keputusan tersebut mengundang protes besar-besaran. Beberapa pihak menyebut larangan ini bertentangan dengan undang-undang yang melarang pemerintah mendukung satu agama di atas yang lain.
Masyarakat semakin marah ketika banyak kejadian tidak manusiawi seperti laki-laki berusia 88 tahun dan istrinya 83 tahun dan menggunakan kursi roda ditahan tanpa akses ke pengacara atau xobat.
Amerika menerapkan Executive Order dengan alasan untuk menjaga serangan terror 9/11 dan terror lain tidak terjadi lagi di Amerika. Tetapi pihak yang menentang berpendapat bahwa jika pun larangan sekarang ini diberlakukan pada tahun 2001, itu tidak akan mencegah terror 9/11 atau teror lain di AS terjadi, karena faktanya tidak ada pelaku berasal dari tujuh negara tersebut. Sebaliknya, mereka mengatakan, Executive Order ini telah menjadi “hadiah” untuk propaganda ISIS.
Ada sisi lain kekhawatiran keamanan yang belum tergarap dengan baik. Salah satunya dampak terhadap sejumlah ilmuwan dan insinyur yang saat ini dan masa depan bekerja di universitas Amerika dan kerugian di sektor ekonomi.
Bagaimanapun imigran telah membantu beberapa perusahaan teknologi terkemuka Amerika, terutama Apple, yang dibangun oleh putra Suriah.
Terakhir kali AS menggunakan kekhawatiran keamanan untuk mengarahkan kebijakan imigrasi, mereka tidak hanya menjadikan kehilangan salah satu tokoh ilmiah jenius, tetapi juga membantu China melakukan lompatan besar untuk membangun kompleks rudal nuklir yang sekarang moncongnya menargetkan Amerika Serikat.
Dia adalah Qian Xuesan yang lahir di China pada tahun 1911, tapi pindah ke AS pada tahun 1935 untuk menghadiri MIT guna mempelajari teknologi penerbangan.

Dia adalah seorang jenius, dan dengan cepat terlibat dalam program aeronautika paling menarik periode itu. Ketika Perang Dunia II dimulai, Qian bergabung upaya perang bangsa barunya, dengan bekerja di Dewan Penasehat Ilmu Pengetahuan AS dan membantu Angkatan Darat AS membangun teknologi bimbingan rudal balistik dan program bom atom paling terkenal yang disebut sebagai Proyek Manhattan yang kemudian melahirkan bom atom yang menghancurkan Hirosima dan Nagasaki.
Pada saat perang berakhir, dia mencapai pangkat letnan kolonel, dan merupakan bagian dari tim yang menganalisa fasilitas roket V-2 Jerman dan menanyai ilmuwan Nazi, seperti Werner von Braun. V-2 adalah roket jarak jauh yang dibangun Jerman dan direbut oleh Amerika serta Soviet.
Upaya ini terbukti menjadi kunci untuk penciptaan Program rudal balistik antarbenua atau intercontinental ballistic missile (ICBM) Amerika Serikat dan pembangunan roket NASA pertama yang akan membawa Amerika ke bulan. Qian juga menulis proposal untuk pesawat ruang angkasa bersayap yang akan menjadi salah satu inspirasi lahirnya Space Shuttle. Tidak mengherankan pada tahun 1949, Qian menjadi Direktur pertama Cal Tech’s famed Jet Propulsion Lab.