Pada musim panas 1950, Amerika masih menikmati kemenangan mutlak dalam Perang Dunia II. Memang ada ancaman Soviet dan sebuah blok Komunis yang membengkak oleh penambahan besar-besaran China pada tahun 1949.
Namun Amerika Serikat masih memiliki bom nuklir dan B-29 yang bisa membawanya. Mereka juga memiliki angkatan laut paling kuat di dunia. Ada kepastian besar bahwa perang berikutnya akan menjadi konflik bom atom yang dilancarkan oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut, dengan Angkatan Darat bisa lebih santai dan mungkin tugas utamanya membersihkan reruntuhan setelah sebuah daerah dikuasai.
Bersemangat untuk normal setelah empat tahun perang melelahkan, publik Amerika juga tidak berminat untuk memiliki Angkatan Darat yang besar dan mahal. Jadi pada akhir 1940-an anggaran Angkatan Darat melihat dipangkas, pelatihan dibatasi dan pelatihan dasar dipotong menjadi hanya delapan minggu (untuk prebandingan saat ini sepuluh minggu atau lebih).
Hal ini terutama karena pasukan pendudukan Angkatan Darat Amerika di Jepang, yang memiliki pekerjaan lunak yang mengawasi populasi Jepang yang sangat jinak.
Sayangnya, tidak ada yang menduga 75.000 tentara Korea Utara melintasi paralel 38 pada tanggal 25 Juni 1950. Banyak tentaranya adalah veteran yang telah berperang dengan Mao dalam perang saudara China, dan mereka diperlengkapi dengan baik.
Dengan tank buatan Soviet, artileri dan bahkan pesawat tempur dan pembom memberi Korea Utara kendali terhadap langit. Bisa disamakan dengan tentara Irak yang menghadapi ISIS atau tentara Afghanistan yang memerangi Taliban, tentara Korea Selatan yang dilatih Amerika hancur.
Didukung oleh sebuah mandat PBB untuk menggunakan kekerasan yang terjadi karena utusan Soviet justru memboikot pemungutan suara dan tidak memveto, Amerika Serikat mulai mengirim pasukan untuk menyelamatkan Korea Selatan untuk menaklukkan pasukan Kim Il-sung.
Wajar, yang pertama tiba adalah tentara pendudukan yang diterbangkan dari lokasi terdekat yakni Jepang. Pada tanggal 1 Juli, sepatu tempur Amerika berada di lapangan, dalam bentuk Task Force Smith – sebuah kekuatan awal yang dipimpin Letnan Kolonel Charles Smith yang berkekuatan sekitar dua kompi senapan dari Resimen Infanteri I Divisi Infanteri 20 Angkatan Darat Amerika.
Pasukan awal memiliki lebih dari empat ratus perwira dan prajurit, ditambah beberapa howitzer 105 milimeter dari batalyon artileri. Tidak ada tank, tidak ada dukungan udara dan komunikasi yang buruk. Alih-alih peluncur roket antitank terbaru, sebagian besar senjata tembak tanknya terdiri dari bashoka 2,36 inci yang bahkan belum mampu menghancurkan tank Jerman lima tahun sebelumnya.
Beberapa pemimpin Task Force Smith dan NCO telah terlibat Perang Dunia II, namun sebagian besar pasukannya tidak berpengalaman.