Inilah Strategi Israel Untuk Mendominasi Langit

Inilah Strategi Israel Untuk Mendominasi Langit

TEKNOLOGI AWAL ISRAEL
Mirage Israel
Mirage Israel

Pada tahun-tahun awal, Israel mengambil senjata apa saja yang bisa dibeli dan ditemukan. Hal ini menjadikan kekuatan militer Israel sering menggunakan peralatan dari berbagai vintages, sebagian besar diperoleh dari produsen Eropa.

Pada 1950-an Israel memiliki hubungan transfer senjata dengan beberapa negara, terutama Inggris dan Perancis. Hubungan dengan Prancis akhirnya berkembang, sehingga Paris bersedia melakukan transfer peralatan militer teknologi tinggi, termasuk jet tempur Mirage (dan juga bantuan teknis yang signifikan untuk program nuklir Israel).

Mirage membentuk inti dari IAF dalam Perang Enam Hari tahun 1967, di mana Israel bisa menghancurkan sebagian besar angkatan udara tetangganya pada jam-jam pertama konflik.

Pada tahun 1967,  Prancis kemudian memberlakukan embargo senjata terhadap Israel, yang meninggalkan Tel Aviv dalam kebingungan. Militer membutuhkan lebih banyak pesawat tempur, dan juga mencari kemampuan yang tidak dimiliki Mirage termasuk melakukan serangan darat.

Dalam kondisi tersebut, Israel mengadopsi strategi dengan mencuri apa yang mereka butuhkan. Untuk melengkapi airframes yang ada, Israel memperoleh cetak biru teknis dari Mirage melalui spionase (mungkin dengan toleransi beberapa otoritas Prancis). Proyek ini menghasilkan dua pesawat tempur yang dibangun Israel Aerospace Industries (IAI) Nesher dan Kfir.

Kfir
Kfir

Kedua pesawat menggunakan mesin kuat yang dirancang Amerika, dan untuk sementara waktu menjabat sebagai pesawat tempur utama Israel. Kedua pesawat menikmati kesuksesan ekspor, dengan Nesher melayani di Argentina dan Kfir terbang untuk Kolombia, Ekuador dan Sri Lanka.

Investasi ini membantu mendorong pengembangan sektor kedirgantaraan Israel, dengan implikasi besar untuk perekonomian Israel. Investasi negara dalam pengembangan teknologi militer tidak selalu mendorong inovasi yang lebih luas dalam teknologi sipil.

Dalam kasus ini,  investasi negara menjadi pilar utama untuk pengembangan teknologi sektor sipil Israel. Untuk banyak orang, keberhasilan Kfir menyarankan bahwa Israel bisa berdiri sendiri dalam teknologi kedirgantaraan, menghilangkan kebutuhan untuk mengandalkan sponsor asing.

F-16 Israel
F-16 Israel

Namun demikian, Israel juga terus berinvestasi dengan membeli pesawat asing. Israel mulai memperoleh F-4 Phantom di akhir 1960-an, dan F-15 Eagle di pertengahan 1970-an.

Kedatangan kedua pesawat ke Israel memicu krisis politik, ketika empat pesawat pertama mendarat pada  hari Sabat. Kontroversi berikutnya akhirnya meruntuhkan Perdana Menteri Yitzhak Rabin.

Tapi banyak orang di Israel, masih mendukung keberhasilan relatif dari Kfir dan penuh harapan tentang mengembangkan lebih lanjut sektor teknologi tinggi Israel, percaya bahwa negara itu bisa bercita-cita untuk mengembangkan pesawat tempur sendiri.

Seperti negara-negara lain baik di Uni Soviet dan Amerika Serikat, kekuatan udara Israel percaya bahwa campuran pesawat tempur teknologi tinggi dan rendah adalah sebuah kebutuhan.

Hal ini menyebabkan pengembangan Lavi, sebuah jet tempur multirole ringan yang bisa melengkapi F-15 Eagle yang terus didapat Israel dari Amerika Serikat. Lavi mengisi ceruk yang akhirnya didominasi oleh F-16.

IAI Lavi B-2 prototype
IAI Lavi B-2 prototype

Tapi lingkungan teknologi militer telah berubah. Mengembangkan Lavi dari awal (atau hampir dari awal) memerlukan investasi negara yang sangat besar untuk sebuah pesawat yang tidak memiliki marjinal kelebihan dari F-16.

Selain itu, Amerika Serikat mengambil kontrol ekspor jauh lebih serius daripada Prancis, dan memiliki toolkit yang jauh lebih berbahaya untuk menegakkan kepatuhan.

Meskipun sejak awal Israel optimis tentang prospek ekspor Lavi, Tel Aviv tidak bisa berbuat banyak ketika Amerika Serikat tidak akan mengizinkan ekspor pesawat tempur yang menggunakan komponen Amerika. Jika Lavi akan berkompetisi langsung dengan F-16 itu hanya akan memperburuk masalah.

Pada bulan Agustus 1987, kabinet Israel membunuh Lavi, yang menyebabkan protes dari IAI dan para pekerja yang terkait dengan proyek. Namun demikian, upaya politik untuk menghidupkan kembali pesawat gagal, dan Israel akhirnya mengakuisi F-16 dalam jumlah besar.

Lavi juga membantu membunuh prospek ekspor F-22 Raptor karena kekhawatiran setelah Israel diketahui telah membagi teknologi Lavi (artinya juga teknologi F-16) dengan China yang kemudian mengarahkan lahirnya J-10. Karena kejadian itu  Kongres AS melarang ekspor F-22.

Keputusan ini mencegah Israel dan beberapa pembeli lain yang tertarik untuk memperoleh Raptor, yang akhirnya juga menyebabkan produksi Raptor dipotong jauh dari rencana semula karena mahalnya produksi akibat tidak ada pembeli dari negara lain.

NEXT: ALTERNATIF