Nuklir?
China menguji perangkat nuklir pertama pada tahun 1964, secara teoritis memberikan Beijing kemampuan nuklir. Namun, sistem pengiriman mereka tertinggal banyak karena masih menggunakan rudal bahan bakar cair yang memerlukan waktu beberapa jam untuk mempersiapkan, dan yang hanya bisa tetap di landasan peluncuran untuk waktu terbatas.
Selain itu, rudal China kala itu masih sangat pendek dalam kisaran sehingga sulit untuk menyerang sasaran penting Rusia di Eropa.
China memiliki bomber dengan jumlah yang sangat terbatas yakni Tu-4 (salinan Soviet dari B-29 AS) dan H-6 (salinan dari Tu-16 Badger) yang tentu akan bernasib sangat buruk di depan sistem pertahanan Soviet.
Soviet, di sisi lain, berada di ambang mencapai paritas nuklir dengan Amerika Serikat. Uni Soviet memiliki senjata nuklir taktis dan strategis modern di gudang senjata mereka yang dengan mudah menghancurkan penangkal nuklir China, formasi militer inti dan kota-kota utama.
Dengan alasan sensitif terhadap opini internasional, kepemimpinan Soviet akan menolak meluncurkan serangan nuklir skala penuh terhadap China tapi memilih serangan terbatas terhadap fasilitas nuklir China, serta serangan taktis terhadap pasukan China yang dikerahkan mungkin lebih masuk akal.
Amerika Serikat akan hati-hati bereaksi terhadap masalah ini. Sementara konflik perbatasan meyakinkan Washington bahwa Sino-Soviet perpecahan tetap berlaku, pejabat tidak setuju atas kemungkinan dan konsekuensi dari konflik yang lebih luas.
Melalui berbagai saluran resmi dan non-resmi, Soviet memeriksa sikap AS terhadap China. Konon, Amerika Serikat bereaksi negatif terhadap tawaran Soviet pada tahun 1969 tentang serangan bersama terhadap fasilitas nuklir China.